Ruwat (Desa), Lebih Mendalam dari Me-Rawat

Liputan Sinau Bareng Cak Nun dan KiaiKanjeng di Lapangan Desa Tambak Oso Waru Sidoarjo, Kamis, 25 Agustus 2022

Alhamdulillah Sinau Bareng tadi malam di Lapangan Desa Tambak Oso tidak hanya berjalan lancar seperti pada Sinau-Sinau Bareng sebelumnya, tetapi menandai satu spot telah terselesaikan dari jadwal panjang Mbah Nun dan KiaiKanjeng dalam berkebersamaan dengan anak cucu jamaah Maiyah dan masyarakat luas melalui Sinau Bareng berbagi ilmu dan kegembiraan. Setelah dari Sidoarjo ini sudah menanti jadwal di Pemalang, Mojokerto, Banjarnegara, Wonosobo, Yogyakarta sendiri dst.

Sinau Bareng tadi malam diselenggarakan dalam rangka Ruwatan Desa Tambak Oso. Pak Fauzi sebagai lurah Tambak Oso ingin dengan ruwatan ini masyarakat mengingat para leluhur desa, serta dengan acara ini diharapkan dapat mengingatkan warga perlunya menciptakan suasana guyup rukun di dalam masyarakat. Desa Tambak Oso berada di kawasan berkembangnya pembangunan dan bisnis di Surabaya dan Sidoarjo yang ditandai oleh banyak apartemen dan kompleks pertokoan yang ada di depan pemukiman desa Tambak Oso. Desa ini juga berjejeran dengan Jalan Tol Juanda. Sebagian besar mata pencaharian warga adalah petani Tambak dengan budidaya ikan bandeng dan udang.

Dalam Sinau Bareng tadi malam, Mbah Nun mengatakan beliau ingin anak-cucu Jamaah Maiyah khususnya dan masyarakat luas dalam Sinau Bareng ini bisa senang dan seneng-seneng tetapi seneng yang Allah juga senang. Seneng-seneng yang Allah suka dengan seneng-senengnya kita itu. Kalimat tersebut sering beliau sampaikan dalam Sinau Bareng dan ini kita yakin menunjukkan bahwa prinsip yang dikandung dalam kalimat beliau itu sangat penting. Bukan hanya penting, tetapi sebenarnya beliau sering sampaikan kalimat tersebut supaya menancap dalam kesadaran kita. Mengapa? Karena apa yang beliau katakan tentang seneng-seneng yang Allah seneng ini adalah hal baru. Adakah yang selama ini mengaitkan senang, kesenangan, dan eneng-seneng dengan Allah dengan rumusan ‘seneng-seneng yang Allah juga seneng’. Asik sekali kan! Kita bisa senang-senang yang Allah menyukai senang-senangnya kita itu.

Lihat juga

Dari sisi subjeknya, kita bisa mendaftar siapa-siapa yang ‘merasakan senang’ dalam Sinau Bareng ini. Kita mulai dari Pak Lurah Fauzi. Teman-teman yang hadir bisa merasakan rasa dalam kata-kata Pak Lurah saat memberikan sambutan dan pengantar, “Saya terharu dan bahagia… semoga ini awal yang baik buat desa Tambak Oso. Masyarakat tak lupa dengan riwayat leluhur. Warga Tambak Oso bisa menghargai leluhur yang sudah mendahului. Sebab tanpa leluhur itu, desa Tambak Oso tak akan ada atau terbangun.” Saking terharunya melihat orang sebegitu banyak yang hadir di depan mata beliau, beliau bilang, “Saya jadi bingung ngomong nopo Mbah!” Untung Mbah Nun dengan santai menimpali, “Yo jungkir walik ae nek bingung”. Semua tertawa tersenyum menikmati keindahan ini.

Kemudian, para jamaah, anak-cucu Jamaah Maiyah, dan masyarakat yang antusias hadir. Kehadiran Mbah Nun saja sudah merupakan kebahagiaan dan kegembiraan bagi mereka. Lalu, warga masyarakat yang berjualan dan menggelar lapak di sepanjang jalan menuju lapangan. Mereka tentu ‘senang’ turut kecipratan berkah dari kehadiran Mbah Nun dan KiaiKanjeng. Sampai acara selesai, dan saat jamaah bergelombang bergerak pulang, aktivitas melayani pembeli masih terlihat berlangsung di lapak-lapak yang menawarkan berbagai macam produk.

Bagaimana dengan teman-teman muda-mudi, bapak-bapak dan ibu-ibu warga Tambak Oso yang menjadi panitia? Sangat terasa mereka senang (bangga) dengan kehadiran Mbah Nun dan KiaiKanjeng di mana acara berlangsung penuh isi, makna, dan kegembiraan. Mereka terharu bisa menjadi tuan rumah bagi ribuan orang yang hadir dalam Sinau Bareng tadi malam. Usai acara, ketika KiaiKanjeng telah dipersiapkan jamuan makan, mereka melayani dengan sebaik-baiknya. Menu makannya pun beragam, masih ditambah es buah pula. Siapa di antara KiaiKanjeng yang sudah mengambil makan, bingung mau makan di mana, Mas-Mas Banser pun sudah bersiap mengambilkan kursi dan mempersilakan duduk dengan sangat baik.

***

Rasa senang yang paling tampak mata tentu adalah saat musik KiaiKanjeng terjalinkan dengan para jamaah. Musik-musik yang sengaja dihadirkan untuk menciptakan interaksi yang menggembirakan, dari yang dikonsep dialogis melalui workshop yang dipimpin para vokalis KiaiKanjeng sampai musik dalam bentuk medlei, seperti medlei Era yang dibawakan di penghujung acara. Semua bisa ikut bergoyang, menggerakkan badan. Bahkan salah seorang pentolan suporter ‘Bonek’ Persebaya yang ikut duduk di panggung, dan kemudian ikut bernyanyi mengeluarkan suaranya yang keras dan ‘garang’ saat tiba pada lagu Rock dalam medlei tersebut. Eh, tapi pas lagu Campursari, dia juga ikut.

Rasa senang karena merasa bahwa forum ini sangat lengkap ragam muatannya juga terasa, misalnya, ketika Mbah Nun menghadirkan shalawat-shalawat yang berisi doa seperti Shalawat Asghilidh dholimin bidh dholimin, kemudian doa agar Allah meringankan beban pada masalah-masalah yang mungkin menimpa kita melalui nomor “Ya Allah ya Adhim Antal Adhim.” Tentu saja tak ketinggalan do’a yang langsung terucapkan oleh Mbah Nun setiap kali teringat sesuatu tentang dan untuk anak-cucu dan semua yang hadir, “Tak dongakno sing lagi angel, segera di- gampangke. Sing peteng, ndang dipadangno (Saya doakan, siapa saja yang sedang dalam kesulitan, segera dimudahkan oleh Allah. Siapa yang sedang berada dalam kegelapan, segera diberi terang oleh Allah). Dan ungkapan-ungkapan doa lainnya yang berkali-kali muncul sebagai bentuk rasa cinta Mbah Nun kepada anak-cucunya.

Pengertian Ruwat

Peristiwa ‘senang’ dan ‘senang-senang’, menurut Mbah Nun, juga merupakan jalan bagi sampainya suatu ilmu. Ilmu tak harus berbentuk kalimat-kalimat kognitif berisi pengertian, definisi, dan analisis-analisis intelektual. Tetapi, berbarengan dengan peristiwa senang dan senang-senang yang berlangsung dalam Sinau Bareng, Mbah Nun tetap piawai mengalirkan ilmu sehingga sebenarnya tak bisa dipisah-pisah antara senang dan senang-senang dengan ilmu.

Kita mulai dari Ruwatan Desa yang merupakan tema Sinau Bareng tadi malam. Menurut Mbah Nun ‘ruwat’ adalah tindakan dan laku yang lebih mendalam daripada ‘rawat’. Dari sini, Mbah Nun meminta hadirin menyebut apa saja yang baik dalam konteks ruwatan desa ini. Mereka menjawab, di antaranya; rasa syukur, rukun/guyub, dan reresik. Nah, menurut Mbah Nun, yang disebut ‘Ruwat’ adalah mengumpulkan, menghimpun, dan mencatat hal-hal yang baik itu, sementara hal-hal atau sifat-sifat yang buruk perlu disingkirkan.

Dalam pandangan Mbah Nun, Ruwat Desa ini sangat baik, lebih-lebih negara yang seharusnya punya ‘Ruwat Negara’ malah tidak punya tradisi ini. Mestinya setiap 17 Agustus adalah momen ‘Ruwat Negoro’.  Dianalogikan, Ruwat Desa itu bobotnya adalah medali emas, sedangkan negara dalam babak penyisihan pun belum lolos.

Maka Mbah Nun berdoa, “Mudah-mudahan Tambak Oso malam ini diresmikan oleh malaikat mendapat medali emas.”

***

“Bukan soal pintar, tapi soal mau sinau atau tidak. Pintar itu gampang.”

“Banyak kisah dari masa lalu yang harus dimaknai. Dan jangan gampang mensyirik-syirikkan atau membid’ah-bid’ahkan. Tidak lantas sesuatu tidak terjadi pada masa Nabi, maka bisa kita katakan bid’ah”.

“Sebanyak mungkin takjublah kepada Allah.”

Usai workshop kelompok jamaah melantunkan Ya Thaybah, Lir-Ilir, dan Shalawat Badar dengan pola dan formasi yang dipandu para vokalis KiaiKanjeng, “Ini namanya tadbir. Pada saatnya setiap orang tahu apa yang harus dilakukan.”

“Indonesia itu bermacam-macam, tetapi ada yang berada di tempat yang menguntungkan dan ada yang tidak. Seperti jumlah uang di Indonesia. Sekian besar persen berada di sana, sisanya berjumlah sedikit dibagi ke daerah-daerah lain Indonesia.”

“Setiap orang memiliki maqamat masing-masing. Sumeleh dan berjuanglah pada posisi masing-masing.”

“Anda dilahirkan di tempat yang ditakdirkan Allah sebagai superpower. Alamnya luar biasa. Manusianya tangguh-tangguh. Dan superpower itu akan benar-benar lebih mewujud di masa depan asal kalian sungguh-sungguh ibadahnya.”

“Tugas utama manusia adalah memaknai.”

“Kita adalah makhluk yang dienakkan oleh Allah. Meskipun melakukan hal yang buruk, masih diberi kesempatan untuk taubatan nasuha.”

Melanjutkan ilmu tentang Ruwat, beberapa poin di atas adalah beberapa ilmu dan pesan yang disampaikan Mbah Nun dalam sela-sela menggembirakan anak-cucu Jamaah Maiyah dan para hadirin sebagai bagian dari proses memaknai apa-apa yang berlangsung dalam Sinau Bareng tadi malam. Ilmu baru juga kita peroleh saat beliau mengajak jamaah mengenali “gaya” Allah dalam menghadirkan diri-Nya dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Ada saatnya Allah berposisi ‘orang pertama’, ‘posisi orang kedua’, dan ada saatnya ’posisi orang ketiga’. Bagi Mbah Nun ini sangat menarik untuk diteliti dan bila kita mau meneliti kita akan mendapatkan sesuatu yang membukakan ilmu. Di antaranya, kita akan menemukan bahwa melalui positioning yang dipilih-Nya Allah menunjukkan kemesraan-Nya kepada manusia. Mbah Nun mengajak para jamaah mencermati posisi Allah dalam kalimat-kalimat surat Al-Fatihah.

Jalan tersampaikannya ilmu dan terciptanya rasa senang juga muncul dari interaksi dan cara berkomunikasi Mbah Nun dengan para jamaah. Saat Mbah Nun membikin sayembara “Memaknai Sarip Tambak Oso” di mana jamaah diminta maju untuk menceritakan siapa Sarip Tambak Oso, bagaimana detail ceritanya, apa nama senjata Sarip Tambak Oso, siapa musuhnya, apa yang dia lakukan, dll, dan apa makna yang bisa kita petik, ini merupakan bagian yang menjadi jalan bagi ya ilmu, ya rasa senang karena ada hadiah peci dan uang dari Mbah Nun, Pak Lurah, dan Bapak-Bapak yang lain yang berada di panggung; respons dan jawaban Mbah Nun atas semua jawaban jamaah mengandung penambahan wawasan, dan juga memenuhi keinginan Pak Lurah agar warga Tambak Oso bisa mengenal leluhurnya.

***

Masih banyak ilmu yang mengalir dalam Sinau Bareng tadi malam, di antaranya tentang filosofi dan makna tumpeng. Masih banyak pula doa diucapkan oleh Mbah Nun, di antaranya, “Mudah-mudahan suatu hari ada tumpeng nasional” dan “Saya doakan mudah-mudahan ada kejutan dari Allah untuk Indonesia.”

Pukul 23.15, Mbah Nun mengajak para jamaah untuk bersiap memuncaki acara. Setelah rangkaian shalawat Rajunas Syafaat, Mbah Nun meminta Mas Doni bawakan lagu berjudul Bismillah dan kemudian dilanjut dengan Medlei Era. Semua jamaah kemudian berdiri, berdoa bersama. Dari panggung makin terlihat begitu banyak jamaah yang hadir. Ketika acara sudah selesai, dan makan usai acara juga sudah selesai, dibutuhkan waktu bagi bus KiaiKanjeng untuk mulai bisa meninggalkan lokasi.

Bergerak pelan bus KiaiKanjeng keluar dari area apartemen di mana bus KiaiKanjeng terparkir, masih terlihat arus jamaah yang keluar dari parkiran motor. Wajah mereka terlihat senang usai mengikuti Sinau Bareng bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng yang telah menunjukkan bahwa ada cara dan jenis bersenang yang Allah tidak marah, tetapi sebaliknya Allah senang dan menyukainya. (caknun.com)

Lihat juga

Back to top button