Lair Batin
Bagi masyarakat di sekitar kita, idiom bahasa Jawa “Lair Batin” sudah menjadi semacam kode atau kata kunci dari budaya maaf memaafkan di dalam bulan Syawal. Ungkapan yang lebih singkat dan padat untuk mewakili kalimat, “Mohon maaf lahir dan batin.”
Ketika ada seseorang menyodorkan tangan, mengajak bersalaman sambil mengucapkan, “Lair batin yo..?” maka yang diajak bersalaman sudah paham bahwa itu artinya ada sebuah permintaan maaf yang harus direspons, sekaligus ada pintu maaf yang sedang dibuka lebar.
Lalu ketika keduanya sudah saling berjabat tangan, sambil dijawab, “Iyo, podho-podho,” maka peristiwa itu menjadi momentum untuk saling memaafkan dan melupakan sebanyak dan sebesar apapun kesalahan yang pernah terjadi di antara keduanya. Maaf atas kesalahan yang sifatnya lahiriah dan batiniah. Berharap agar Allah berkenan mengampuni segala dosa yang pernah ada di antara mereka, seperti telah diampuninya dosa mereka kepada Allah.
Kegembiraan rutinan pasebanan edisi bulan April ini mari kita gunakan untuk menemukan kembali makna dan esensi peristiwa maaf memaafkan tersebut. Sebagaimana pesan-pesan penting Mbah Nun dalam sebuah tulisan beliau yang bertajuk “Betapa Indahnya Maaf”, dari buku Tuhan pun “Berpuasa”, yang diterbitkan oleh Penerbit Zaituna di tahun 1997 silam.
Bahwa maaf memaafkan adalah peristiwa religi dan sekaligus peristiwa budaya yang sudah sedemikian kuat di dalam kehidupan masyarakat kita. Berlangsung dengan alamiah.
Bahwa maaf memaafkan adalah juga peristiwa logika. Tidak logis jika kehidupan manusia tidak berorientasi kepada hal-hal yang positif, baik, dan membangun. Manusia senantiasa berupaya untuk tidak menciptakan hal-hal yang sifatnya negatif, buruk, dan merusak.
Bahwa maaf memaafkan ternyata adalah suatu peristiwa estetis. Peristiwa yang terkait erat dengan suatu keindahan. Allah begitu mengutamakan indahnya yang namanya dimaafkan dan memaafkan. Dimaafkan adalah kelegaan memperoleh rizqi, tetapi memaafkan adalah perjuangan yang sering tidak ringan dan membuat kita penasaran kepada diri sendiri.
Dari ungkapan “Lair Batin” yang singkat dan padat, semoga wejangan Mbah Nun tadi bisa mengantarkan kita untuk menyadari betapa indahnya peristiwa maaf memaafkan tersebut. Satu muatan nilai yang dikonsepsikan oleh Allah di dalam Idul Fitri, yang alhamdulillah masih kita rasakan dan kita jalani bersama di tahun ini.