MEMAKNAI TAKDIR, MEMPRESISIKAN FREEWILL

(Liputan Majelis Ilmu Telulikuran Damar Kedhaton edisi ke-86)

Seperti tradisi sebelum-sebelumnya, Telulikuran diawali dengan nderes satu juz Al-Qur’an. Malam itu, terjadwal juz 26. Dalam hal ini, Cak Imam Arief mendaraz dan menuntaskannya. Cak Arief mengawali membaca juz 26 sekitar pukul 21.00 WIB dan selesai pada pukul 22.00 WIB. 

Beberapa dulur Damar Kedhaton mulai berdatangan. Mereka menikmati kudapan yang telah disiapkan dan mengobrolkan banyak hal, di teras depan rumah Cak Febrian. Tempat berlangsungnya Majelis Ilmu Telulikuran (MIT) Damar Kedhaton Gresik edisi ke-86 dengan tema “Takdir dan Freewill” pada Sabtu (6/3/2024) malam. Sinau Bareng ini  bertempat di rumah Febrian Kisworo Aji, Dalean Kidul RT 02 RW 03 Dusun Dalean, Desa Guranganyar, Kecamatan Cerme, Gresik. 

Tidak lama berselang, layaknya takdir, kedatangan Cak M. Aminullah Bangbang Wetan tak diduga. Kebetulan, Cak Aminullah berada di Menganti, yang tidak jauh dari lokasi Telulikuran, kemudian mampir mendatangi majelis ilmu dulur-dulur Damar Kedhaton. 

Cak Amin, demikian sapaan akrabnya. Membagikan cerita dan pengalamannya saat bersama Mbah Nun, baik di forum Maiyah Bangbang Wetan maupun diluar forum. Selain itu, Gus Sabrang juga tak luput dari pembahasan. 

Lihat juga

Dulur-dulur Damar Kedhaton yang hadir, mulai dari Kamituwa Wak Syuaib, Cak Fauzi, Cak Ghozi, Cak Dedi, Cak Jemi, Cak Djalil, Cak Arief, dan Cak Ateng menikmati obrolan yang berlangsung. Obrolan berlangsung cukup lama, tak terasa jarum jam menunjukkan pukul 24.00 WIB, Cak Amin pun pamit undur diri. Pertemuan singkat, namun kaya akan informasi, ilmu, dan pengetahuan; dijelaskan panjang lebar oleh Cak Amin. 

Usai Cak Amin berpamitan, beberapa dulur Damar Kedhaton baru tiba di lokasi, yakni Cak Nanang (Kedanyang) dan Cak Madrim. Tidak lama kemudian, Wirid Sholawat dan Tawashshulan pun dimulai tepat pukul 01.00 WIB. Dulur-dulur bergeser ke dalam ruang tamu rumah Cak Febrian. 

Kamituwa Wak Syuaib memandu berlangsungnya sesi Wirid, Sholawat dan Tawashshulan. Kesebelasan dulur Damar Kedhaton yang hadir tenggelam dalam tiap lafadz puja-puji yang dilantunkan. Mereka meresapinya dengan khusyu’ selama hampir satu jam berjalan. 

Tepat pukul 02.00 WIB, dulur-dulur Damar Kedhaton bersepakat untuk berdiskusi memaknai tema “Takdir dan Freewill” di teras rumah. Cak Ateng mengawalinya dengan membaca prolog tema yang telah disiapkan sebelumnya. 

Cak Djalil, yang merupakan penggagas tema ini, mengatakan bahwa ia terinspirasi oleh banyaknya ilmu yang ia dapatkan dari Gus Sabrang. Ia mengaku banyak hal yang belum ia pahami dan ia tangkap, terutama tentang hubungan antara takdir dan freewill.

“Freewill itu bisa diartikan sebagai kebebasan kita untuk memilih, berusaha, berupaya, dan berikhtiar sebelum adanya sebuah kejadian. Sedangkan takdir itu adalah ketetapan atau sebuah kejadian yang telah terjadi. Apakah kita memang diberi ruang untuk berpikir? Sebelum berkehendak secara bebas, atau berbuat sesuatu,” ujarnya.

Ia menambahkan, barangkali kita dibekali akal pikiran beserta hari nurani, sebagai semacam perangkat dalam menjalankan peran di kehidupan sehari-hari. Namun, ia juga menyadari bahwa ada batasan-batasan yang harus kita patuhi sebagai hamba Allah.

Cak Fauzi, memberikan contoh nyata tentang takdir dan freewill. Ia mengambil contoh dari anak yang diperoleh dari hubungan sah secara agama dan syariat suami istri. Menurutnya, si suami istri, sebelum dipertemukan, tentu mereka telah melewati ikhtiar dan jalan panjang. Lalu, ditakdirkan diberikan anak baik laki-laki maupun perempuan. Kemudian, pemberian nama anak tersebut merupakan bagian dari freewill.

“Nama anak itu adalah freewill kita. Kita bebas memilih nama apa yang kita berikan kepada anak kita. Tapi, tentu saja kita harus memilih nama yang baik dan bermakna positif. Karena nama itu akan mempengaruhi karakter dan nasib anak kita di kemudian hari,” katanya.

Sementara itu, Kamituwa Damar Kedhaton Wak Syuaib memaknai takdir dan freewill dengan mengajak peserta diskusi untuk mencoba berpikir ulang; bertanya secara kritis untuk mengetahui dan memahami, bagaimana konsep dasar dari takdir itu tersendiri.

“Awakdewe diberi Gusti Allah apa dulu? Dari takdir itu, yang terdiri dari Jodoh, Ajal, Rezeki, dan Ilmu? Itu yang mana dulu?,” tanyanya, mencoba membuka lebar perspektif takdir.

Ia menjelaskan, belajar dari Nabi Adam bahwa, yang paling dahulu dari keempat takdir tersebut adalah secara berurutan dimulai dari Ilmu, Rezeki, Jodoh, baru kemudian ajal/kematian.

“Jadi, ilmu itu adalah takdir pertama yang diberikan Allah kepada manusia. Dari ilmu itu, kita bisa mengetahui apa-apa yang Allah ciptakan. Dari ilmu itu, kita bisa mengenal Allah. Dari ilmu itu, kita bisa berikhtiar dan beramal,” paparnya.

Ia melanjutkan, takdir adalah suatu hal yang apabila kita sudah menjalaninya. Sebaliknya, freewill adalah ketika belum dijalani dengan subjek utamanya adalah manusia.

“Ada ijtihad, ikhtiar, yang merupakan usaha atau kemampuan kita yang tentunya sesuai dengan keyakinan ketika kita melakukannya. Karena apa? Batas dari upaya kita adalah keyakinan,” katanya.

Namun, Wak Syuaib juga mewanti-wanti bahwa, pada konteks keyakinan kita juga perlu berhati-hati. Sebab, jika tidak berhati-hati akan terjerumus dan terpeleset pada kekeliruan cara berpikir. Ia mengingatkan, bahwa kita harus selalu bersandar kepada Allah, dan tidak boleh merasa sombong atau putus asa.

Hal senada disampaikan oleh Cak Ateng, menurutnya untuk memaknai dan menerjemahkan kata freewill juga harus presisi. Tidak boleh ngawur dan serampangan.

“Nek bebas sak karepe dewe, iki sing kurang presisi. Bisa-bisa nanti malah arah e ke nafsu yang negatif,” jelasnya.

Menurut Cak Ateng, karunia akal sehat perlu diasah dan juga dijadikan pertimbangan untuk mengambil keputusan sebelum melakukan perbuatan. Bahkan, hal ini selaras dengan cerita Abu Jahal dan Umar bin Khatab. Di mana, keduanya merupakan penghasut atau penentang ajaran Islam yang dibawa oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Setelah Rasulullah SAW berdoa, keesokan harinya Allah melunakkan hati Umar bin Khattab dengan memeluk Islam. Setelah bersyahadat Umar mendatangi rumah Abu Jahal dan memberitahukan jika dirinya telah memeluk Islam dan akan memerangi siapa saja yang menghalangi Rasulullah SAW dalam menyebarkan Islam.

“Akhirnya, Umar yang terpilih. Jika dilihat lagi, Umar ini masih punya akal sehat. Nah, dari sini kita dapat belajar. Kadang-kadang kita gagal memahami makna (secara presisi-red),” tuturnya.

Diskusi dengan tema “Takdir dan Freewill” masih berlanjut dengan pemaparan dari Cak Fauzi. Ia membeberkan konsep sederhana yang bisa diterapkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari dari tema tersebut.

“Kita, oleh Tuhan diberi kebebasan pilihan antara berbuat baik atau buruk. Misal, ketika kita memilih perbuatan baik, akan mendapat pahala, lalu diberi hadiah kenikmatan surga. Ketika kita memilih melakukan perbuatan buruk, akan mendapat dosa, lalu diberi hadiah neraka untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya,” ungkapnya.

Tetap dengan kesadaran untuk terus belajar hingga akhir hayat nanti, sebagaimana tertulis dalam Surat Thaha ayat 114, tentang tidak perlu tergesa-gesa dalam menuntut ilmu. Maka, Majelis Ilmu Telulikuran Damar Kedhaton Gresik edisi ke-86 dengan tema “Takdir dan Freewill” dipungkasi sekitar pukul 03.44 WIB. Dulur-dulur saling berpamitan untuk kembali beraktivitas seperti biasanya; mencangkul dan menjemput rezeki.

(Redaksi Damar Kedhaton)

Lihat juga

Back to top button