3M UNTUK BEKAL PUASA RAMADHAN
Ramadhan tiba. Setiap memasuki bulan puasa, rasanya selalu dejavu. Teringat akan pandemi Covid 2020 lalu. Ternyata banyak sekali hikmah yang bisa dipetik dengan adanya Covid yang sempat melanda bumi selama hampir dua tahun. Kita disuruh mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak. Hal tersebut baik untuk kita maknai secara harfiah (lahir/ fisik) maupun esensial (hakiki).
Secara fisik, mencuci tangan itu baik. Baik untuk membersihkan kotoran/ kuman yang menempel pada jari dan telapak tangan kita. Memakai masker juga baik untuk melindungi atau minimal menyaring udara kotor yang terhirup oleh hidung kita. Dan menjaga jarak juga baik yakni upaya mencegah diri kita agar tak tertular atau menularkan penyakit ke khalayak lain.
Di sisi lain, kita dapat ngonceki lebih dalam ketiga anjuran tersebut. Kita telaah esensinya. Kita gali intisarinya. Dan kita resapi kandungan maknanya. Kenapa mesti mencuci tangan? Jangan-jangan selama ini, bukan tangan kita saja yang kotor. Sangat mungkin pikiran, cara pandang, berikut hati kita diselimuti bercak, noda, dan kotoran. Anjuran mencuci tangan di masa pagebluk korona, juga memuat isyarat agar kita sedia mencuci bersih jiwa raga, lahir batin, serta jasmani rohani kita.
***
Mengapa kita harus tertib memakai masker? Barangkali yang keluar dari mulut kita selama ini lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaat. Ucapan kita sering menyinggung bahkan menyakiti orang lain yang mendengarnya. Kita gemar ghibah. Rajin sekali membeberkan keburukan dan aib orang lain, tetapi lupa melihat kejelekan diri sendiri. Secara sengaja atau tidak sengaja kita sering bicara bohong, dusta, fitnah, hingga adu domba. Masker menjadi semacam simbol. Berkata baik atau lebih baik diam (HR. Bukhari & Muslim). Hadits ini sangat jelas dan tegas betapa diam itu sangat utama dan mulia daripada berbicara tetapi sarat nista.
***
Gunung nun jauh tampak indah lantaran ada jarak ratusan kilometer dari mata pandang kita. Langit, bulan, bintang, juga pelangi terlihat memesona karena terbentang jarak yang jauh dari mripat penglihatan kita. Itulah mungkin salah satu alasan kenapa kita harus menjaga jarak. Ternyata sebuah keindahan dapat kita lihat dan nikmati jika terdapat jarak. Pun mungkin kealpaan, kekhilafan, kejumudan, dan dosa-dosa. Itu semua akan kita sadari apabila kita sudi menjaga jarak. Mengambil jarak dari maraton keduniawian untuk sejenak menyepi, berdiam diri, hening, dan merenung. Menggelar tikar tafakur.
Mengejar dunia memang pernah ada habisnya. Dan saya selalu teringat nasihat Mbah Nun, “Menyepi itu penting, supaya kamu benar-benar bisa mendengar apa yang menjadi isi dari keramaian.” Sepi itu penting. Ramai juga perlu. Keduanya mesti balance. Agar hidup menjadi seimbang. Namun agaknya waktu kita lebih sibuk bergelut di kerumunan, keramaian, bahkan larut tenggelam dalam ingar-bingar. Sehingga lupa mengambil jarak untuk menyepi. Menyendiri. Padahal sepi, sunyi akan cepat mengantar pada kekhusyukan, ketenangan, keintiman dengan Tuhan. Dengan jiwa yang tenang, InsyaAllah kita dimampukan untuk melihat keindahan, mendengar kebijakan, dan merasakan kedamaian. Itulah hakikat kehidupan.
Pada akhirnya, semoga 3M (Mencuci tangan, Memakai masker, Menjaga jarak, baik arti secara harfiah maupun esensial) bisa menjadi bekal bagi kita semua untuk memasuki, menjalani, seraya memaknai setiap napas ibadah puasa kita selama bulan Ramadhan. Amin, Ya Rabbal ‘alamin.
Selamat berpuasa.
Gemolong, 11 Maret 2024