“YOU’RE NOT STUPID ALONE”
(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Bangbang Wetan Surabaya Juni 2023)
Mungkin banyak di antara dulur-dulur yang sudah tak asing dengan kata FOMO!? Ya, FOMO merupakan akronim dari Fear Of Missing Out atau yang lebih gampang kita maknai dengan sebuah kondisi saat seseorang merasa ketakutan kalau tertinggal informasi atau momen yang sekarang sedang tren. Fenomena sosial tentang banyaknya orang yang FOMO ini sering kali disebut dengan istilah Fomofobia. Penderita Fomofobia acap kali seperti orang yang kehilangan arah dalam menjalani hidup, sehingga keputusan yang diambil cenderung mengikuti tren yang sedang berkembang.
Sebenarnya, mengikuti tren tak selalu salah. Tergantung seberapa parah tingkatan kita dalam mengikuti tren tersebut, tren apa yang sedang kita ikuti, dan yang terpenting apakah tren itu sesuai atau tidak dengan arah dan tujuan hidup kita.
Arah dan tujuan hidup, menurut Mbah Nun dalam buku Kerajaan Indonesia, seperti sebuah kreativitas. Proses menuju kreativitas bisa kita tempuh dengan banyak berefleksi. Refleksi itu bisa kita ibaratkan alat musik yang mencari pemukulnya.
Kalau refleksi itu sudah kita asah sehingga berubah menjadi kreasi, biasanya kita akan sering merasakan kesepian. Kesepian dalam konteks ini merupakan hal reflektif yang kita kreasikan melalui seni dan diskusi, namun acapkali proses itu tidak kita dipahami sehingga kita merasa sepi. Menurut Mbah Nun, kalau kepada hal yang normal-normal saja orang tidak paham, itulah sepi.
Dalam buku itu Mbah Nun bercerita pada proses kreatifnya, beliau merasa sepi karena buntu pada hal-hal yang berhubungan dengan urusan sosial. Komunikasi dengan orang dan kelompok terbentur jalan buntu. Karena buntu itulah lantas tidak terjadi dialog.
Mbah Nun menyampaikan bahwa pada informasi yang mengalir luar biasa, mekanisme dahsyat tentang informasi, otak itu setiap hari diberi program-program baru yang luar biasa. Sesungguhnya pada setiap kata, setiap substansi yang masuk ke dalam otak harus berlanjut dalam pengolahan diri. Sekarang ini yang terjadi adalah ketidakseimbangan pada pengolahan informasi yang masuk. Hal itu bisa merusak jiwa. Bisa membuat orang sakit jiwa sosial.
Kita semua banyak tahu tentang macam-macam hal. Mahasiswa banyak membaca buku, diskusi tentang banyak hal, tetapi pada saat yang sama itu semua tidak aplikatif, entah bagi dirinya sendiri maupun masyarakat.
Apakah kita mau rumus atau rumah kita menjadi gudang yang tidak karuan?
Dalam ketidakseimbangan antara informasi dan kenyataan-kenyataan empiris itu kita memperoleh kesunyian yang luar biasa. Lantas apa yang harus kita lakukan? Mari kita diskusikan pada Majelis Ilmu BangbangWetan, Jumat 2 Juni 2023 di Pendopo Taman Budaya Cak Durasim, Surabaya.
[Tim Tema BangbangWetan]