Tadabbur Hari ini (54)
NUR MUHAMMAD TIDAK VIRAL

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
مَٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ
إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ
ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيم
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ
غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
(Al-Fatihah: 1-7)

Bahkan orang Islam merasa lebih “gagah” mengucapkan “black hole” dibanding “Nur Muhammad”. Apapun alasan dan latar belakangnya. Nur Muhammad bukan hanya kalah viral, tapi memang tidak pernah dan tidak akan pernah viral.

Dan yang berlaku sekarang adalah “Peradaban Follower”. Siapa dan apa saja yang dianggap benar adalah yang followernya paling banyak.

Atau coba di antara kita yang masih aktif di bangku kuliah atau di kampus pada umumnya, mohon diajukan dua pertanyaan kepada Pak Dosen, Doktor, Profesor, kalau perlu kepada Pak Dekan atau Pak Rektor.

Pertama, informasi tentang “Black Hole”, lubang hitam yang pertema dilansir pada abad ke-18 oleh John Michell dan Pierre-Simon Laplace. Selanjutnya dikembangkan oleh astronom Jerman bernama Karl Schwarzschild, pada tahun 1916, dengan berdasar pada teori relativitas umum dari Albert Einstein. Dan kemudan semakin dipopulerkan oleh Stephen William Hawking, ilmuwan jenius Inggris yang meninggal pada tahun 2018 silam.

Lihat juga

Kedua, informasi tentang “Nur Muhammad” yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq runut naik hingga ke Jabir bin Abdullah Al-Anshari yang hidup di masa Rasulullah Muhammad Saw.

Kalau menurut kaidah ilmu modern, secara metodologis akademis, di antara dua klaim itu yang mana yang lebih valid atau lebih “sahih dan mutawattir”. Kemudian pada secara personal ataupun kolektif, mereka lebih cenderung mempercayai dan menikmati black hole ataukah Nur Muhammad. Di kalangan mainstream para aktivis ilmu atau di kalangan Ummat Islam atau masyarakat umum, yang lebih viralblack hole ataukah Nur Muhammad.

Mungkin tidak persis, tapi kelihatannya Black hole diterima umum sebagai lebih “gagah dan bergengsi” dibanding Nur Muhammad. Orang lebih bangga kalau diketahui ia tahu black hole dibanding kalau ia tahu Nur Muhammad.

Apalagi selama berlangsung liberalisme media komunikasi virtual yang praktiknya justru sangat ortodoks, penuh budaya kelompok dan sangat primordialitas modern — sudah hampir tidak ada lagi tradisi verifikasi, perunutan referensi atau penyelaman kualitas. Publik dunia maya sudah terbiasa dan merasa lega sekaligus merasa benar dengan kebiasaan “asal pukul”, “menghakimi tanpa pertimbangan” serta tidak peduli pada kebenaran sejati atau kualitas suatu informasi.

Bukannya “patuh” atau menyesuaikan diri kepada yang viral dan populer, Maiyah malah bikin “Shalawatun Nur”. Shalawat kepada bukan hanya Muhammad bin Abdullah atau Muhammad Nabiyyullah dan Rasulullah. Malah ngaluk-aluk sangat bergeser amat jauh ke Nur Muhammad nun di antah berantah entah di mana.

Kita manusia-manusia Maiyah semakin lama semakin merasa seperti Aliens, seperti makhluk dari Planet lain atau mungkin bagian dari bangsa Jin, yang semakin tidak dipahami oleh banyak orang di sekitar kita, semakin terasing dan bergerak semakin menjauh dari peradaban mainstream yang sedang berlangsung di muka bumi pada kehidupan jenis-jenis manusia yang mungkin melihat kita seperti Dinosaurus. Maiyah malah bikin “Tawashshulan” yang mengubah tradisi “Ila hadhratin Nabi” menjadi “Ilallah linnabi”, yang di antara muatannya ada salam kepada 31 Malaikat, ada shalawat kepada Nur Muhammad dengan mengutip sumber sanad Jabir kemudian Abi Hurairah:

وَقَدْ اَخْرَجَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ بِسَنَدِه عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللّهِ الأَنْصارِيِّ رَضيَ اللّهُ عَنْهُمَا قَالَ: {قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللّهِ بِأَبِيْ واُمّيْ اَخْبِرْنِيْ عَنْ اَوَّلِ شَيْءٍ خَلَقَهُ اللّهُ قَبْلَ الأَشْيَاءْ
قَالَ: يَا جَابِرُ إِنَّ اللّهَ خَلَقَ قَبْلَ الأَشْيَاءِ نُوْرَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ نُوْرِهْ
وَقَدْ وَرَدَ مِنْ حَديْثِ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ اَنَّه قَالَ: قَالَ: رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ: كُنْتُ اَوَّلَ النَّبِيِّيْنَ فِي الْخَلْقِ وَآخِرَهُمْ فِي الْبَعْثِ
وَقَدْ بَلَغَنَا فِيْ الْأَحَادِيْثِ الْمَشْهُوْرَة
أَنَّ اَوَّلَ شَيْءٍ خَلَقَهُ اللّهُ هُوَ النُّوْرُ الْمُوْدَعُ فِيْ هذِهِ الصُّوْرَةْ
فَنُوْرُ هذَا الْحَبِيْبِ اَوَّلُ مَخْلُوْقٍ بَرَزَ فِي الْعَالَمْ

Itu bagian dari ikhtiar forum-forum Maiyah puluhan tahun untuk nawaitu semacam belajar dan mempelajari pola perilaku Allah. Tidak berarti kita sanggup mencapai isi pikiran, kemauan dan instruksi Allah, melainkan sejauh dalam batas pengetahuan dan kesadaran kita sebagai manusia. Mengacu pada sifat-sifat-Nya, asma-asma-Nya, adegan-adegan yang Allah kisahkan, mentadabburi segala bentuk informasi dari Allah. Kita tidak menolak atau sinis kepada black hole, tapi Nur Muhammad jauh lebih mendasar secara hakiki penciptaan serta lebih dini jika kita anggap waktu itu berlangsung linier.

Bahkan kita meneriakkan keras bersama-sama jamaah selapangan:

إِنَّمَآ أَمۡرُهُۥٓ إِذَآ أَرَادَ شَيۡ‍ًٔا أَن يَقُولَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ

Sungguh niscaya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Ia bersabda kepadanya: Jadilah!, maka terjadi dan menjadilah ia.” (Ya Sin: 82)

Kun!”, sabda-Nya, maka menjadi dan terjadilah Nur Muhammad, lubang hitam, galaksi-galaksi, tata-tata triliunan matahari, sampai cacing, debu dan uget-uget.

Emha Ainun Nadjib
22 Juni 2023
.

Lihat juga

Back to top button