SALAM-SALAMAN KEPALSUAN
Di depan sebuah kantor, kemarin pagi saya lihat banyak orang berkumpul berjajar rapi, dengan pakaian yang rapi. Di halaman kantor tersebut juga terpasang tenda dan ada kursi-kursi layaknya sebuah perhelatan. Saya pelankan kecepatan untuk menengok apa yang terjadi. Salah seorang karib saya bekerja di kantor tersebut. Makanya saya agak curious dengan acara tersebut.
Ooooh ternyata acara Syawalan. Gumam saya.
Kemudian orang-orang tersebut berdiri berurutan mendatangi kepala instansi dan atasan-atasan mereka yang berdiri berjajar. Intinya, bawahan mendatangi atasan untuk bersalaman minta maaf kepada atasan mereka. Sedangkan atasan memaafkan kesalahan yang dibuat oleh bawahan. Seakan bawahan selalu punya salah dan harus meminta maaf kepada atasan mereka. Apakah permaafan tersebut tulus? Apakah atasan tidak pernah bersalah? Malah sangat mungkin atasan sangat banyak salah terhadap anak buahnya.
Syawalan atau halal bi halal sudah menjadi tradisi nasional di negara kita, dari perkotaan sampai pedesaan. Dari kantor pusat maupun kantor daerah bahkan tingkat kelurahan sampai tingkat RT. Dari tingkat Universitas sampai tingkat Sekolah Dasar. Biasanya acara ini sekaligus menjadi ajang reuni teman lama, sahabat masa kecil, tetangga, sanak saudara yang jauh merantau, lama tak ketemu dan mumpung lagi mudik. Sebuah kegiatan yang bagus bila kita lihat dari sisi silaturahmi. Seseorang akan dilapangakan rezeki dan dipanjangkan umurnya apabila menjaga silaturahmi ini, sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali silaturahmi,” (HR. Bukhari – Muslim).
Begitulah manfaat dari silaturahmi dan beberapa manfaat lainnya yang banyak. Intinya adalah dengan silaturahmi kita semakin mendekatkan diri kepada Allah, bermesraan dengan-Nya sehingga kita mendapat Ridla-Nya.
Idul Fitri berarti ‘kembali makan’. Fathr berarti membuka sampai terlihat. Maka Ifthar diartikan berbuka, membuka (puasa), membatalkan puasa. Dengan minum dan makan. Kenapa dengan makan dan minum? Yaaaa. Karena puasa kita adalah puasa untuk tidak makan dan minum untuk waktu tertentu. Nah kemudian di akhir bulan Ramadhan, kemudian masuk bulan Syawal, kembali kita ke acara makan dan minum (Idul Fithri).
Lalu kenapa bulan Syawal ini dipakai sebagai ajang saling memaafkan? Seolah-olah segala macam kesalahan bisa dimaafkan pada hari ini? Sehingga ada satu frasa ‘minal aidin wal faizin – mohon maaf lahir dan batin’ di bulan Syawal ini. Lama-lama bisa menjadi bias dan menjadikan kalimat ‘minal aidin wal faizin’ menjadi berarti ‘mohon maaf lahir dan batin’. Seperti kalau kita ketemu tetangga, sahabat atau teman, dan mereka bilang “Minal aidin ya, Pak!” seolah-olah sudah mewakili kalimat “Mohon maaf lahir dan batin ya, Pak!”
Atau yang agak lengkap “Minal aidin wal faizin ya, Pa” dilengkapi dengan jabatan tangan. Kemudian kita merasa bahwa kesalahan-kesalahan sudah dimaafkan ? Apakah begitu?
Minta maaf tidak perlu menunggu bulan Syawal. Tidak juga dengan kata-kata yang lebay, seperti pada text via Whatsapp yang kerap kita terima, seperti:
Ketika mulut tak mampu berucap..
Ketika telinga tak mampu mendengar..
Ketika tangan tak mampu berjabat..
Ketika kaki tak mampu melangkah..
dst dst
Begitu kita berbuat salah dan menyadari kesalahan kita, maka saat itulah kita harus minta maaf.
Lagian ajaran Rasulullah, ketika menyambut Idul Fitri dengan saling mendoakan, ‘Taqabbalallahu minna, wa minkum!’ Semoga Allah menerima (puasa) kita. Ada juga yang lebih lengkap, ‘Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, kullu ‘amin wa antum bikhair yang memiliki arti “semoga Allah menerima (puasa) kita dan setiap tahun semoga kita senantiasa dalam kebaikan.”
Sebuah riwayat mengisahkan sahabat Nabi Muhammad Saw. saling mengucapkan taqabbalallahu minna wa minkum dan jawabannya saat berjumpa pada momen Idul Fitri.
فعن جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ : كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك . قال الحافظ : إسناده حسن .
Artinya: “Dari Jubair bin Nufair, ia berkata bahwa jika para sahabat Rasulullah Saw. berjumpa dengan hari ‘ied (Idul Fitri atau Idul Adha), satu sama lain saling mengucapkan, taqobbalallahu minna wa minkum.”
Saya kemudian mengirim text ke teman yang ada di kantor yang sedang mengadakan acara salam-salaman tersebut.
“Wah Bro, lagi acara syawalan ya? Salam-salaman dong”.
“No way…,” balasnya.
“Laaah kenapa?” Saya pura pura nanya, karena saya tahu kawan saya ini tertindas oleh ulah kepala kantornya tersebut. Banyak hal yang dideritanya akibat ulah pimpinannya ini.
Lalu dia menjawab, “Mereka yang salah, kenapa saya yang minta maaf. Salaman kepalsuan!”
Syawal 1444 H