SAAT KHALAYAK BLORA SINAU TENTANG MAIYAH

Tanah Blora kerawuhan Mbah Nun lagi setelah 5 bulan sebelumnya Mbah Nun bersama KiaiKanjeng diundang Pemkab Blora untuk mengadakan sinau bareng pada Kamis, 29 Desember 2022. Kali ini kedatangan Simbah secara pribadi dalam rangka merefleksi 6 tahun perjalanan Jannatul Maiyah Blora, yang kemudian oleh Mbah Nun diberi nomenklatur Lumbung Bailorah (LB) pada tahun kedua perjalanannya. Jika kedatangan Mbah Nun sebelumnya selama 4 kali di Kabupaten Blora memenuhi undangan acara-acara sinau bareng dari institusi, baik pemerintah maupun non pemerintah, kedatangan Simbah kali ini memenuhi panggilan anak-anak dan cucunya, Jannatul Maiyah Blora yang merayakan milad ke-6 Lumbung Bailorah.

***

Saat saya berkesempatan untuk bertemu langsung dengan Mbah Nun di rumah penggiat LB, Mas Andri, saya agak ragu untuk mendekat ke Simbah untuk menyerap ilmunya. Saya bahkan tidak berusaha menyalami beliau saat turun dari jenis kendaraan MPV panjang yang membawanya ke Blora. Setelah Simbah masuk, saya juga masih undap-undup untuk ikut duduk di lantai menghadap Simbah yang duduk di kursi. Tapi akhirnya saya percayakan diri untuk ikut nimbrung, yang ternyata memang terasa seperti obrolan berat: menyangkut keadaan umat. Ini bukan sembarang obrolan, karena sudah menyangkut keadaan umat. Tentunya umat ini pada akhirnya adalah rakyat jika obrolan kemudian ditarik dalam urusan yang menyangkut keadaan bangsa dan negara.

Setelah mengobrolkan soal keadaan umat dan rakyat yang saya coba mengimbanginya untuk memunculkan gelak tawa, Simbah lalu menyinggung soal Maiyah dengan penjelasan singkat saja.

“Maiyah itu membebaskan,” petunjuknya tentang Maiyah.

Lihat juga

Saya tidak mungkin bertanya lebih jauh tentang penjelasan singkat ini, semisal siapa atau apa yang dibebaskan, mengapa dibebaskan, dan bagaimana membebaskannya. Kalau saya bertanya, kemungkinan akan disuruh mencari penjelasannya sendiri.

Secara etimologis, Maiyah merupakan bahasa Arab dari kata ma’a yang dalam bahasa Indonesia diartikan bersama. Maiyah diterjemahkan dengan kebersamaan dalam bahasa Indonesia. Sejalan dengan perkembangan jamaah, Maiyah mengalami dinamika tafsir. Terbaru tafsir atas Maiyah membebaskan.

Tafsir pertama saya tentang Maiyah membebaskan, merunut dengan klasifikasi jenis kata. Membebaskan adalah kata kerja. Dalam Maiyah ada kerja-kerja perjuangan yang membebaskan diri manusia, baik dari kebodohan maupun pembodohan. Kebodohan merujuk diri sendiri, pembodohan merujuk pada orang atau orang-orang, baik sekumpulan sedikit atau banyak, juga massal yang terjadi melalui frekuensi publik televisi maupun jaringan komputer internet.

Membebaskan diri dari kebodohan bisa dengan menghendaki ilmu yang bisa didapat dengan membaca diri sendiri. Mbah Nun menulis dalam bukunya berjudul Orang Maiyah, “Orang Maiyah adalah orang yang membaca dirinya berulang-ulang, ribuan kali. Di dalam Maiyah tak ada guru dan murid. Semua orang adalah murid, sang penghendak ilmu.”

Tafsir Maiyah membebaskan, sebelumnya juga saya pakai saat mengelola medsos terbatas, WAG. Saya membebaskan orang bicara apa saja dan ber-ekspresi apa saja. Saya hanya bilang, yang mengatur grup ini bukan aturan tapi etika. Dalam dunia intelektual, etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan nilai baik atau buruk, selain juga disebut dengan filsafat moral. Orang memutuskan untuk memilih melakukan sesuatu dengan mempertimbangkan dampak baik dan buruknya. Demikian juga saat hendak berkomentar di medsos terbatas 1024 orang ini dengan mempertimbangkan baik atau buruk untuk relasi sosial. Sebab jika dibandingkan dengan akun medsos lain, whatsapp grup sifatnya lebih privasi karena menggunakan nomor hape. Agak sulit ketika masuk dalam grup whatsapp tanpa diketahui identitasnya. Tak pelak saat memutuskan komen apa di grup akan mempertimbangkan nama baiknya. Terlebih ketika grup tersebut, orang-orangnya terdiri dari semua unsur masyarakat, mulai dari politisi, pejabat pemerintah, akademisi, jurnalis, LSM, hingga warga biasa.

Pertanyaan apa itu Maiyah sempat mencuat di publik Blora saat obrolan warung kopi tentang kedatangan Simbah di Blora sedang aktual. Ini kali kedua kedatangan Simbah di tanah Blora sepanjang 5 bulan terakhir. Simbah juga mengutarakan permintaannya untuk bisa datang ke Blora lagi. Bagi saya, ini tanda kecintaan Mbah Nun kepada Blora. Besarnya cinta Mbah Nun pada Blora sebesar cinta kami, para pencari ilmu di maiyahan, yang lahir dan besar di bumi Blora. Wujud cinta kami terhadap Blora ditandai dengan lebih berdaya guna untuk kemajuan masyarakatnya. Inilah infak yang didunungkan kembali di maiyahan Mbah Nun pada malam itu. Dengan maujud berdaya guna untuk Blora, sudah cukup untuk menjelaskan “apa itu Maiyah?” kepada khalayak Blora.

Manusia Maiyah adalah manusia pembelajar. Ia tidak take for granted, menerima begitu saja apa yang diketahui dari masyarakat. Ia akan mencari tahu dengan metode yang presisi dalam menemukan perspektif yang tepat dalam pengetahuannya. Manusia Maiyah juga manusia pejuang, yang turut memperjuangkan kemajuan daerahnya dengan menginfakan dirinya untuk bersama-sama diri yang lain membangun dan menata masyarakatnya.

Manusia Maiyah lebih mengutamakan nilai-nilai kebaikan dan keindahan ketimbang berhadap-hadapan mempertahankan kebenaran. Manusia Maiyah telah sampai pada kesadaran bahwa kebenaran itu sifatnya sementara, sedangkan kebaikan dan keindahan sifatnya lebih abadi.

Manusia Maiyah tidak akan menjelaskan apa itu Maiyah dengan pendekatan kebenaran istilah atau tafsir, melainkan menjelaskan dengan apa yang bisa diinfakkan, termasuk menginfakkan klaim atas kebenaran yang dipertentangkan.

Maiyah adalah kerja bersama dalam keilmuan, kerja bersama dalam perjuangan. Dengan kerja bersama untuk mencapai tujuan yang sama, tidak ada lagi perbedaan berasal dari mana. Kalaupun ada perbedaan, akan terletak pada cara pencapaiannya. Dalam mencapainya, Maiyah menggunakan cara yang benar dengan baik untuk dapat merasai keindahannya.

Blora, 13 Mei 2023

Lihat juga

Back to top button