REFLEKSI 72 TAHUN SIMBAH

Tepat tanggal 27 Mei 2025, Mbah Nun berusia 72 Tahun. Sebuah anugerah dari Allah SWT. Walaupun saat ini sedang menjalani tirakat panjang, akan tetapi bagi anak cucunya—walaupun secara fisik belum bisa hadir dalam setiap kegiatan baik seperti di Padhangmbulan, Kenduri Cinta, Gambang Syafaat, dan lain-lain—kita tahu bahwa energi Mbah Nun datang untuk anak cucu Simbah semua di setiap kegiatan.

Karena sudah banyak memberikan pelajaran kehidupan yang begitu dalam di universitas kehidupan bagi anak cucu yang dibimbingnya, dan dengan petuah-petuah Simbah, energi akan cinta segi tiga yaitu dengan Membangun Cinta pada Tuhan, Pada Kanjeng Nabi, dan membangun cinta pada diri kita sendiri, kita mendapatkan kenikmatan hidup yang selaras.

Kita empunyai tanggung jawab akan sebuah kehidupan baik kita sebagai pribadi, keluarga, maupun dalam bermasyarakat dan bernegara. Saat ini kondisi negara kita sedang mengalami degradasi moral yang akut dikarenakan nafsu tamak manusia sendiri. Sehingga banyak cara di gunakan untuk menghamba Dunia. Dalam kehidupan yang universal ini kita tidak luput dari dinamika kehidupan ini. Karena pada intinya kita sebagai makhluk yang mempunyai dimensi sebagai makhluk pemimpin di dunia ini.

Mbah Nun memberikan wejangan bahwa dalam hidup ini kita harus bisa management yang baik yaitu kadang kita harus ngegas dan kita juga harus ngerem—dengan ritme dan dosis yang terukur tidak lebih dan dan tidak kurang.

Oleh karena itulah kita sebagai Jamaah Maiyah harus bisa membaca atau membangun serta menumbuhkan literasi atau membaca secara holistik yaitu dengan membaca baik secara tekstual (Buku, majalah) dan kontekstual (Keadaan di lingkungan) kita yang saat ini sudah kehilangan kompas kehidupan.

Setelah itu disambung melakukan penelitian terhadap apa yang sedang terjadi di sekeliling kita.Baik masyarakat, bangsa dan negara kita saat ini yang sedang kehilangan akan jati dirinya. Kita menjadi bangsa yang jongos, diperas dan kita akan ditindas. Tapi kita tidak merasa, karena saat ini kita sudah dininabobokan dengan kebohongan dengan yang dibungkus kedok-kedok ekonomi, politik budaya, dan agama yang jauh dari semestinya.

Maka dengan melakukan itu, kita akan menjadi umat yang peka terhadap kondisi kehidupan yang saat ini sedang mengalami kalatidha (kebingungan), kalabendhu (kerusakan), dan itu suatu saat akan menuju pada kalaseba (kemapanan), dan itu siklus akan berputar terus.

Akan tetapi dengan melihat itu, kita tidak boleh menyerah dan pasrah. Kita perlu untuk tirakat atau tapa yang mana telah diajarkan Mbah Nun. Sehingga, kita bisa menjadi pionir atau agen perubahan dan perbaikan atas problem kehidupan ini dengan rasa keyakinan dan keberanian serta kepercayaan diri.

Maka dari itu jadilah diri kita sendiri. Mengutip sebuah ungkapan Mbah Nun, “Jabatan tertinggi adalah menjadi diri kita sendiri seperti kita sewaktu dilahirkan: kita sendiri.”
Maka kita harus menjadi pribadi atau arga yang tangguh kuat. Ibarat hanger kita harus kuat, dengan tetap tidak meninggalkan asal-usul kita serta adat kebudayaan sebagai bangsa timur. Karena saat ini kita lebih mengekor pihak lain. Maka kita harus mengubah mindset yang saat ini tidak sejalur hati, pikir, kata, dan laku.

Terima kasih Mbah Nun, semoga di usia ke-72 Mbah Nun, Allah senantiasa memberikan perlindungan, kesehatan, dan keberkahan. Mbah Nun masih sangat ditunggu oleh anak cucu dan bangsa ini. Anak cucu masih perlu dibimbing agar tidak salah arah dan langkah. Salam ta’dzim dan salam kangen kagem Mbah Nun.

Lihat juga

Back to top button