MENSYUKURI NIKMAT TUJUH TAHUN PERJALANAN DAMAR KEDHATON GRESIK
“Nikmat dan Syukur tidak berwujud, itu kata kerja. Dari sini lah, kita sebagai manusia melacak, supaya kita terus berkembang, maka kita tidak boleh terjebak hanya pada definisi”. Kata Lik Ham saat turut hadir membersamai Jamaah Maiyah Damar Kedhaton Gresik dalam Majelis Ilmu Telulikuran edisi ke-83, yang merupakan bagian dari mensyukuri nikmat Milad Damar ke-7 Damar Kedhaton Gresik.
Sebagaimana tema yang diusung pada malam hari itu “Mensyukuri Nikmat”, puluhan balung dulur-dulur Damar Kedhaton kembali berkumpul dan melingkar. Mereka saling bertegur sapa, dungo-dinungo, bermesraan, serta bergembira dalam diskusi yang berlangsung pada hari Sabtu, 9 Desember 2023 di Balai Rukyatul Hilal NU Bukit Condrodipo, Kebomas, Gresik.
Cak Dil, Cak Yasin, Lik Ham, Pak Kris Budayawan dan Sejarawan Gresik, beserta Cak Amin Bangbang Wetan Surabaya yang hadir melengkapi wacana, pengetahuan, konsep, hingga cakrawala tak terbatas terkait tema “Mensyukuri Nikmat”.
Tidak jangkep rasanya ketika tradisi ditinggalkan begitu saja, seperti nderez satu juz Al-Qur’an. Pada kesempatan ini, juz 23 didaras tuntas secara bergantian. Cak Arief mengawalinya. Dilanjutkan oleh Cak Ghozi, lalu Cak Huda, dan ditutup oleh Cak Chabib.
Setuntas didaraz, rombongan Cak Dil, Cak Yasin, dan Lik Ham pun tiba di lokasi. Tak lama kemudian, sesi Wirid, Sholawat, Tawashshulan dimulai tepat pada pukul 20.45 WIB. Wak Syuaib dan Mas Shobirin Menturo, secara bergantian memandu jalannya sesi ini. Suasana khidmat, khusyu berpadu; terpancar dari wajah jamaah yang begitu nikmat meresap-hayati tiap lafadz yang dilantunkan.
Setelahnya, Cak Fauzi selaku moderator mengambil inisiatif untuk mengajak jamaah yang hadir, berbagi pemikiran mereka tentang tema tersebut. Dalam acara ini, beberapa jamaah pun turut berbicara tentang bagaimana mereka merasakan nikmat dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satunya, Cak Ghozi yang menceritakan pengalaman dari seorang temannya. Bagaimana ketika temannya sedang diberikan rasa sakit, yang mengharuskan membeli tabung oksigen hingga mengeluarkan uang hampir Rp 30 juta setiap harinya. Cerita itu membuat Cak Ghozi menyadari betapa nikmatnya udara yang dapat dihirup hingga detik ini tanpa biaya sepeserpun, ia merasa bersyukur.
Pengalaman lain datang dari Kaji Bombom. Meskipun sebelumnya ia mengaku gagal datang dalam beberapa perayaan Milad Damar Kedhaton, kali ini ia merasa senang dan bersyukur karena dapat hadir di acara tersebut.
Cak Amin Bangbang Wetan juga turut berbagi pandangan mengenai bagaimana pentingnya bersyukur atas berbagai nikmat yang diberikan. Ia juga menuturkan pengalaman pribadinya dalam kehidupan Bermaiyah.
“Saya sendiri tidak ngerti bersyukur dan nikmat, konkretnya tidak ngerti. Pokok e urip tak jalani, tak nikmati. Dalam perjalanan hidup, kalau bicara mensyukuri nikmat, sekali lagi, tidak memakai rumus membandingkan dengan yang lain. Karena kita tidak akan dapat syukur yang otentik.” Papar Cak Amin menyampaikan pendapatnya tentang tema.
Bagi Cak Amin Bangbang Wetan, kepekaan ini memainkan peranan penting dalam intensitas syukur dan pengalaman akan nikmat itu tersendiri.
“Dapat jawaban dari Ibu. Bahwa, Gusti Allah lewat ibu, memberitahu kepada saya bahwa efek dari Maiyahan itu besar. Lawong biasanya gak pernah tanya Bangbangwetan atau Maiyahan, tiba-tiba tanya begitu”. Tambah Cak Amin.
Diskusi pun berlanjut oleh Pak Kris yang memberikan pandangan personalnya mengenai ukuran nikmat yang berbeda untuk setiap orang. Sementara itu, Lik Ham menegaskan pentingnya filosofi Maiyah sebagai pola pikir yang kaya akan kebijaksanaan, “Nikmat sama syukur. Itu tidak ada definisi terjemahan yang pasti, sejauh yang saya paham. Bahkan, Nabi Ibrahim menemukan nikmat itu beribu-ribu tahun”. Kata Lik Ham dalam sesi elaborasi tema.
Selain itu, Lik Ham juga menekankan bahwa, peristiwa-peristiwa kecil, sederhana, bahkan yang dianggap tak ada nilainya pun bisa mempererat hubungan antara satu dengan lainnya. Terutama dalam konteks paseduluran al-Mutahabbina Fillah di dalam berorganisme secara Damar Kedhaton Gresik.
“Potensi yang kita miliki adalah diskusi, bersama-sama untuk saling dan terus mencari. Jalani dulu peristiwa, maka kamu akan menemukan. Keunggulan kita, yang kita miliki, senjata kita adalah diri kita masing-masing”. Beber Lik Ham.
“Ketika kita terlena dengan gelora atau kegembiraan, kita akan mati rasa dengan penderitaan. Titik jenuh itu penting, katimbang koma. Jangan lupa proses pembusukan itu penting. Jatuh itu juga penting, untuk bisa bangkit kembali”. Imbuh Lik Ham.
Sedangkan, Cak Yasin mengungkapkan pendapatnya tentang tema, mengawali dengan menyampaikan pertanyaan retoris, “Syukur sama nikmat, menurut saya, belajar dari pengalaman hidup, ya syukur dulu. Bahwa kenikmatan tertinggi adalah kesempatan sehat. Nikmat sehat dan nikmat sempat”. Jelas Cak Yasin.
Pada pesan terakhir yang disampaikan oleh Lik Ham, cukup menohok untuk diterima oleh dulur-dulur Damar Kedhaton Gresik, yang memungkasi kegiatan pada malam hari itu; beliau menyampaikan pesan yang menggugah kesadaran pada masing-masing dulur Damar Kedhaton.
“Niat awal biyen melu DK opo? Iku ae sing ditelateni”. Pesan Lik Ham.
Sedangkan, Cak Dil mengungkapkan pentingnya menjaga urgensi kebersamaan. Bagaimana panggilan hati beserta energi positif menjadi kunci penting dalam merasakan kebahagiaan beserta kenikmatan. Yang mewujud sebagai konsep Kangen, Krasan, dan Otentik.
“Damar Kedhaton ini, yang berkumpul di sini, ini adalah kumpulan energi. Kalau kita bukan energi, kita tidak bisa berkumpul dengan waktu yang lama. Maiyah itu energi, kelanjutan pancaran energi dari Mbah Nun. Bagaimana kita bisa berkumpul karena rasa kangen, krasan, serta Otentik (KKO)”. Pungkas Cak Dil.
Di akhir penutupan, aksi simbolis sebagai perayaan “Mensyukuri Nikmat” 7 tahun Damar Kedhaton Gresik dengan melakukan pemotongan tumpeng yang dilakukan oleh Cak Gogon dan Cak Madrim. Dua potongan tumpeng masing-masing diberikan kepada Cak Dil dan Lik Ham oleh Cak Gogon.