MEMIJAT BANGSA
Setelah viralnya potongan video Mbah Nun itu, entah mengapa badan, pikiran, serta jiwa saya menjadi segar kembali. Akhir-akhir ini memang gejala sosial dan kerja sehari-hari yang saya lakukan memang kurang tepat. Saya tidak mengerti ilmu bekerja keras dan bekerja secara efisien sehingga tidak menyakiti diri sendiri, bahwa kita harus melakukan pemanasan tubuh atau kita harus melakukan sedikit olahraga yang tepat agar tidak berujung menyakiti diri sendiri.
Ketidaktepatan dalam memahami dan mengenal mekanisme kerja tubuh terkadang berakibat fatal ke depannya. Tubuh bisa masuk angin, boyoken, nggregesi, otot menjadi tegang, dan itu cukup menghambat kinerja dan aktivitas sehari-hari yang kalau tidak segera diobati takutnya menjadi terlambat atau kasep dalam istilah Jawanya.
Dan benar ada seseorang ahli pijat syaraf tiba-tiba merasa kasihan dan berniat tulus tanpa dibayar menawarkan keahliannya untuk membantu. Awal mulanya saya menolak. Ia tak peduli. Katanya, ketika dibiarkan terlalu lama, tubuh saya akan tidak dapat bekerja lagi sehingga saya tidak dapat memenuhi kehidupan saya sendiri bahkan keluarga saya. Langsung saja ia memijat di tiga titik syaraf paling penting dan rawan.
Saya berteriak kesakitan, ngamuk, memaki dan bahkan meludahi dia. Tapi ia tak peduli. Kecintaannya kepada kesehatan tubuh orang lain adalah hal yang membuat ia bahagia. Saya akhirnya mengerti bahwa tubuh saya memang sakit dan agak bergeser sedikit syarafnya sehingga kadang tulang menjadi bungkuk. Ketika dipijat saya hanya fokus kepada rasa sakit sehingga respons pertama adalah berteriak. Berbeda dengan orang-orang yang beberapa kali berpengalaman dipijat. Mereka cenderung menahan rasa sakit demi kesehatan bahkan ia yang mendatangi tukang pijit meminta untuk dipijit.
Ketika melihat trending di media sosial terutama twitter tentang kritik Mbah Nun saya melihatnya dalam kondisi netral dan apa adanya. Saya melihat bahwa Mbah Nun sedang memijat titik syaraf paling penting sehingga tubuh bangsa bisa bekerja secara maksimal dan dapat memenuhi tanggung jawab sebagai kepala keluarga secara finansial. Itu terbukti dengan bagaimana anggota badan yang lain merasakan kesakitan yang sama. Mereka kompak berteriak, memaki, bahkan meludahi. Salah satu ciri bahwa tubuh bangsa ini sedang tidak baik-baik saja atau sakit adalah ketika kita dengan refleks spontan berteriak kesakitan ketika bagian yang sakit itu dipijat.
Mungkin karena sedikit gemas karena berobat ke sana kemari namun tak kunjung juga sembuh dan menemukan kesehatan. Mungkin karena terlalu lama sibuk dan tak mengenali jati diri tubuh bangsa ini, sehingga yang ada hanya sakit-sakitan, batuk, masuk angin. Terkadang sebagai bapak Indonesia ini, beliau tidak tega melihat anaknya menderita, sehingga beliau harus dengan tegas dan sedikit “tega” karena cintanya memijat titik syaraf penting secara keras sehingga njarem, meninggalkan bekas rasa sakit beberapa hari kemudian. Ini dilakukan supaya aliran darah menjadi lancar, tidak menggumpal di satu titik, sehingga aliran darah merata tidak terpusat.
Kita selalu setuju bila bangsa ini belum optimal kerjanya sehingga jalur pengobatan selalu diupayakan, namun yang para dokter bisa berikan hanyalah obat dan pil instan yang efeknya hanya sementara sebagai pereda nyeri, dosisnya terkadang ngawur yang penting mereka bisa dapat uang, dan pasien datang lagi. Terkadang saya juga berpikir merenungi kata-kata Mbah Nun bahwa sistem dajjal sedang terjadi dan benar ia menjalar ke segala lapisan tubuh, aliran darah dan detak jantung. Mereka yang menawarkan obat meskipun rasanya sakit namun khasiat dan kandungan bahannya sudah teruji malah dianggap racun, sedangkan mereka yang menawarkan racun namun dikemas dengan bungkus yang halal yang enak rasanya dengan kandungan bahan mematikan justru dianggap obat.
Namun jamaah Maiyah tetap berdiri memohon diselamatkan dari kebenaran yang dipelintir sambil terus mencari apa yang benar dalam sikap yang tak mudah guncang oleh arus dan gempa dengan terus menyandarkan diri kepada Tuhan, tidak terseret arus dan tidak menambah banjir dan proses pengrusakan namun mengupayakan menanam dan reboisasi kembali.