Membincang Aspek Manfaat Belajar Sejarah di Bangbang Wetan
(Reportase Majelis Ilmu Maiyah Bangbang Wetan edisi Juni 2024)
Mas Sabrang MDP, Pak Zainal Arief selaku Direktur Politeknik Teknologi Nuklir Indonesia dan Mas TP Wijoyo selaku pegiat sejarah yang tergabung di komunitas Begandring Soerabaia, pada Selasa malam(25/06/2024) hadir sebagai narasumber di Majelis Ilmu Bangbang Wetan edisi Juni 2024, yang bertempat di Pendopo Kelurahan Lidah Kulon, Lidah Kulon, Lakarsantri, Surabaya.
Persiapan Majelis ilmu kali ini dibantu oleh teman-teman Karang Taruna Tunas Bangsa dari pemasangan backdrop, menata parkir kendaraan jamaah, sound sampai level panggung. Teman-teman Karang Taruna Tunas Bangsa juga tampil dengan grup akustik membawakan beberapa nomor di antaranya Pupus-Dewa19 dan Kembali-Jamrud. Para jamaah yang hadir menikmati penampilan dari Kartar Tunas Bangsa, dengan ikut bernyanyi dan bertepuk tangan setelah selesai nomor dibawakan.
Sehabis adzan Maghrib jamaah mulai berdatangan. Ada yang menuju ke stan Pojok Ilmu untuk membeli teh atau kopi hangat serta melihat-lihat stan merchandise Maiyah beserta buku-buku yang sebagian besar karya Mbah Nun. Majelis Ilmu Bangbang Wetan dimulai pukul 20.00 WIB. Majelis dibuka nderes Al-Qur’an serta dilanjutkan dengan membacakan wirid Maiyah dan sholawat yang ditemani oleh Wildan dan Haris.
Respons Jamaah Berbagi Kebermanfaatan
Pada pukul 20.45 WIB, majelis dilanjutkan pada sesi respons jamaah. moderator meminta jamaah yang berasal dari luar Surabaya untuk naik ke atas panggung. Jamaah diminta menceritakan kebermanfaatan apa yang telah dilakukan sampai detik ini.
Pertama, Erasmus dari NTT. Erasmus mengaku pertama kali hadir di Bangbang Wetan. Dia diajak oleh teman sekampusnya hadir di Bangbang Wetan malam itu. Dia mau hadir malam itu karena ketertarikan dengan Maiyah khususnya Bangbang Wetan karena temannya yang memperkenalkan kepadanya.
Temannya yang merupakan anak Maiyah sangat memegang teguh toleransi antar umat beragama. Erasmus tidak merasa dibedakan karena beda agama. Dia merasa nyaman dan senang berteman dengan temannya yang ikut Maiyah karena suka diskusi dan toleran tersebut. Erasmus dari temannya itu mendapatkan pemahaman-pemahaman baru sehingga membuatnya semakin tertarik belajar di Maiyah.
Kedua, Fahrul dari Bojonegoro. Fahrul menceritakan perjalanan membangun kebermanfaatan di desanya dengan mendirikan pustaka.co.id. Fahrul aktif membangun perpustakaan dengan nama pustaka.co.id di Bojonegoro. Semua orang bisa meminjam buku di perpustakaan Fahrul secara gratis. Perbendaharaan buku di perustakaannya dari filsafat sampai yang diajarkan di sekolahan tersedia.
Harapan Fahrul dengan membangun perpustakaan itu kalau tidak bisa memberikan banyak hal untuk Masyarakat, setidaknya dengan hadirnya perpustakaan bisa membuat arti kebermanfaatan walaupun sedikit kepada masyarakat sekitar.
Fahrul juga membangun kajian rutin setiap bulan yang membahas berbagai macam topik dan khasanah ilmu termasuk filsafat dan isu-isu sosial. Tempat kajiannya di gazebo yang berada di depan rumahnya. Fahrul dengan kajian itu berbagi ruang belajar kepada orang terdekatnya yang ahli di bidang atau topik masing-masing. Jadi narasumber kajiannya diisi oleh teman-teman terdekat yang ahli dan menguasai topik bahasan.
Ketiga, Fahmi dari kecamatan Babat, kabupaten Lamongan. Fahmi mengaku semenjak mengikuti majelis Maiyah bersama Mbah Nun merasakan kedamaian sampai sekarang. Dulu, Fahmi sering merasa overthinking setiap sebelum tidur. Karena Fahmi banyak merenungi kehidupan yang berlangsung ada yang kurang tepat, semenjak ikut Maiyah kegelisahan itu berkurang, karena saking asyiknya bermaiyah dia di setiap ngopi selingi dengan sharing ilmu. Dari sharing ilmu inilah dia menemukan banyak hal baru yang mengikis kegelisahannya dan hatinya semakin tenang sampai saat ini.
Keempat, Chairil Anwar dari Sumenep. Dia memperkenalkan bahwa kabupaten Sumenep itu berada di ujung pulau Madura. Kabupaten Sumenep mempunyai 126 pulau, 48 pulau berpenghuni selebihnya tidak berpenghuni. Sumenep mempunyai pulau oksigen nomer dua terbaik se-dunia setelah Yordania. Sumenep merupakan kabupaten yang awalnya merupakan Kerajaan yang didirikan oleh Arya Wiraraja.
Chairil Anwar mengaku pertama kali datang di Bangbang Wetan. Sebelumnya dia riset tentang Bangbang Wetan. Dia menemukan bahwa Bangbang Wetan merupakan organisasi sosial untuk membangun Indonesia. Hal itu menjadi daya tarik bagi Chairil Anwar lantaran dirinya merupakan mahasiswa yang aktif pada gerakan-gerakan sosial. Ketertarikannya menguat karena Bangbang Wetan bukan organisasi sosial yang mengutamakan salah satu golongan. Bangbang Wetan justru membangun plurarisme dalam kemajemukan yang ada di Indonesia.
Maiyah termasuk Bangbang Wetan menginspirasi Chairil Anwar karena konsistensinya menyelenggarakan rutinan, menjaga nilai, serta mencerdaskan masyarakat dengan pemabahasannya beragam dari pendidikan, ekonomi, sosial sampai politik. Maiyah juga menginspirasi Chairil Anwar karena membangun konstruksi berpikir berislam secara kaffah. Membangun berislam secara kaffah bukan berdiri di salah satu golongan melainkan belajar beragama secara keseluruhan.
Sejarah Surabaya dan Sawunggaling
Moderator menjelaskan maksud tema “Panuluh Sawunggaling”. Maksud Panuluh Sawungaling adalah dengan kita belajar sejarah Sawunggaling semoga menginspirasi kita menjadi pribadi yang bermanfaat dan menginspirasi generasi yang akan datang. Mas TP Wijoyo dari Begandring Soerabaia malam itu bertugas menjelaskan sejarah Surabaya dan Sawunggaling.
Menurut Mas TP Wijoyo, sejarah Surabaya di mulai dari masa klasik. Surabaya terdiri dari dua kata. Sura dan baya. Orang kebanyakan mengenalnya dengan lambang ikan sura dan hewan buaya. Seperti yang digambarkan monument yang terdapat di depan kebun binatang Surabaya.
Pertama, nama Surabaya pertama kali muncul pada prasasti Canggu atau Trowulan I di masa Kerajaan Majapahit. Prasasti tersebut berupa tamra prasasti atau prasasti lempeng dari tembaga yang ditemukan di Trowulan, Mojokerto. Prasasti itu dibaca pertama kali oleh sejarawan Belanda yang bernama J. L. A. Brandes, serta dibaca ulang oleh sejarawan Indonesia di masa kemerdekaan yaitu Bapak Bukhori, Poerbatjaraka, dll. Isi prasasti Canggu adalah penganugerahan Sima oleh Srirajasanagara atau yang dikenal dengan nama raja Hayam Wuruk. Prasasti Canggu dikeluarkan pada tahun saka 1280 atau 1358 Masehi (pada masa pemerintahan raja keempat Majapahit yaitu Hayam Wuruk).
Penganugerahan Sima yaitu penganugerahan kepada desa-desa tepian sungai. Sala satu desa yang sekarang menjadi wilayah Surabaya diantaranya I Gesang sekarang menjadi Pagesangan, I Bukul sekarang orang mengenalnya Bungkul, dan I Syurabhaya. Pada aksara Jawa kuna kata Syura bermakna berani sedangkan bhaya adalah bahaya. Sekarang diimplementasi oleh nama supporter klub bola Surabaya yaitu Bonek. Pada prasasti Canggu disebutkan bahwa desa-desa termasuk yang disebutkan di atas itu berjasa dalam penambangan sungai.
Kedua, nama Surabaya disebutkan dalam kakawin Nagarakertagama atau desa Warnana, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Di dalam kakawin Nagarakertaama pada pupuh 17 dituliskan “yan/rin Jenggala lot sabha nrpati rin surabhaya manulus mare buwun” Artinya: setiap raja Hayam Wuruk berkunjung ke Jenggala, selalu singgah ke Surabaya dan melanjutkan perjalanan ke Buwun. Buwun oleh beberapa sejarawan diartikan Bawean. Mas TP Wijoyo mempunyai interpretasi lain bahwa Buwun sekarang menjadi Kebuwunan atau Keboan Singkep daerah Gedangan Sidoarjo ke barat.
Desa I Syurabhaya ditafsirkan oleh beberapa sejarawan terletak antara Peneleh sampai Tugu Pahlawan. Karena di Peneleh pada 2018 ditemukan sumur Jobong peninggalan Majapahit yang terletak di kampung Pandean gang satu, Peneleh.
***
Beberapa catatan menyebutkan ketika masa Kerajaan Majapahit akhir datanglah tokoh penyebar agama Islam yaitu Raden Rachmatullah atau dikenal sebagai Sunan Ampel. Kemudian nama Surabaya berkembang menjadi kerajaan independen setelah Majapahit runtuh. Dalam catatan Babad Dalem dan beberapa manuskrip muncul nama tokoh pemimpin Kerajaan Surabaya yaitu Jayalengkara. Keraton Surabaya lama yang digambar oleh Cornelis Speelman saat bertemu dengan Trunojoyo itu di sekitar kantor gubernuran, Tugu Pahawan. Tugu Pahlawan itu dulu alon-alon besar, sedangkan gubernuran sampai ke timur bertemu dengan sungai atau kampung Sulung merupakan letak keraton Surabaya yang disebut Astana masa raja Jayalengkara sekitar tahun 1600-an.
Pada tahun 1625, Surabaya berhasil ditaklukkan oleh Mataram Islam yang dipimpin oleh Sultan Agung. Jayalengkara wafat tidak lama setelah peristiwa penaklukkan Surabaya oleh Mataram Islam. Jayalengkara dalam catatan Babad Dalem di makamkan di komplek pemakaman Ampel. Jayalengkara mempunyai Putera yang bernama Pangeran Pekik. Pangeran Pekik diboyong ke Mataram oleh Sultan Agung, serta dinikahkan dengan adiknya Sultan Agung yang bernama Ratu Mas Pandan atau dikenal dengan Ratu Pandansari.
Karena Pangeran Pekik diboyong ke Mataram, tahta Kerajaan Surabaya diduduki oleh keluarga Lanang Dangiran atau Boto Putih atau Ki Ageng Brondong yang dimakamkan di Sentono Boto Putih, sebelah timur komplek makam Sunan Ampel. Dari trah Lanang Dangiran inilah melahirkan bupati-bupati Surabaya yang terkenal yaitu Kyai Adipati Jayengrana.
Lanang Dangiran mempunyai anak, yang pertama bernama Honggowongso sedangkan yang kedua bernama Honggodjojo. Honggodjojo oleh Mataram dijadikan bupati di Pasuruan dan Honggowongso dijadikan bupati di Surabaya yang bergelar Jayengrana. Jayengrana I wafat ketika terjadi perang Trunojoyo tahun 1678-1679 yang terletak di Kediri. Jayengrana I digantikan oleh puteranya yang bernama Panatagama atau Suradirana menurut Babad silsilah Boto Putih, yang bergelar Jayengrana II.
Pemberontakan Untung Surapati di Pasuruan berhasil dipadamkan pada 1706. Pada 1709, Jayengrana II atas hasutan VOC dilaporkan ke Pakubuwana I raja Mataram untuk dieksekusi di Kartasura. Kejadian inilah yang membuat adik-adik jayengrana II yaitu Arya Jayapuspita, Raden Ngabehi, Joko Tangkeban, serta Panji Srenggono memberontak ke Mataram. Dalam Babad Tanah Jawi jua dikisahkan perang besar antara Surabaya dengan Mataram. Mataram waktu itu bekerja sama dengan VOC.
Sejarah Sawunggalling
Perang besar inilah yang menjadi latar belakang atau rekam sejak Sawunggaling. Secara folklore Sawunggaling merupakan putera dari Adipati Jayengrana. Makam Sawunggaling terletak di Lidah Wetan Tengah No.27, Lidah Wetan, Lakarsantri, Surabaya. Di dalam cungkup makam Sawunggaling terdapat 5 makam.
Makam yang pertama Mbah Karya Sentana merupakan Kakek Sawunggaling.kedua makam Buyut Suruh merupakan nenek Sawunggaling, ketiga makam Sawunggaling, keempat makam Dewi Sangkrah merupakan ibu Sawunggaling. Kelima Makam Pandansari merupakan pedanyangan saat Sawunggaling mbabat alas di Lidah Donowati dibantu oleh pedanyangan yang bernama Dewi Pandansari.
Data tentang sejarah Sawunggaling ditemukan oleh Mas TP Wijoyo di sarasilah Boto Putih tulisan Pak Raden Panji Makmur 1940-an. Dalam tulisan itu Sawunggaling dijelaskan merupakan putera dari Panji Srenggono. Dalam tulisan itu disebutkan nama lain Sawunggaling adalah Raden Mas Banding Natapura. Sawunggaling dikisahkan ikut andil melawan penjajah VOC. Timeline periodesasi Sawunggaling pada pertengahan 1700-an. Bahkan di sarasilah Boto Putih disebutkan bahwa Raden Mas Banding Natapura dijadikan bupati Surabaya oleh VOC.
Raden Mas Banding atau Sawunggaling menjabat sebagai bupati Surabaya hanya selama 6 tahun. Nama kecil Sawunggaling adalah Joko Berek. Sawunggaling disebut Joko Berek karena menurut cerita pitutur, Dewi Sangra ibu dari Sawunggaling ketika hamil Sawunggaling dengan pernikahannya dengan Adipati Jayengrana III, kemudian Adipati Jayengrana III kembali ke keraton meninggalkan Dewi Sangkrah untuk menjalankan tugas sebagai adipati Surabaya. Pada momen kelahiran Sawunggaling, ikan-ikan banyak yang tiba-tiba mati yang mengeluarkan bau busuk atau berek. Berek itu berasal dari bahasa Surabaya yang berarti busuk. Maka Sawunggaling diberi nama Joko Berek.
Joko Berek diberi kenang-kenangan cinde atau sebuah kain. Kelak ketika dewasa Sawunggaling dengan membawa cinde dan ayam jago hewan kesenangannya pergi ke keraton Surabaya untuk menemui bapaknya yaitu Jayengrana III. Di sana Sawunggaling bertemu saudaranya sebapak yaitu Sawungsari dan Sawungrana. Kedua saudaranya tidak percaya kalau Sawunggaling anak dari Jayengrana III. Lantas diajaklah adu ayam jago untuk membuktikan bahwa Sawunggaling benar anak Jayengrana III. Adu ayam jago dimenangkan oleh Sawunggaling.
Ketika Jayengrana III sudah tua dan bingung memberikan tahtanya kepada siapa. Akhirnya kakak Jayengrana III yang bernama Adipati Cakraningrat mengusulkan untuk mengadakan sayembara memanah umbul-umbul untuk umum. Siapa pemenangnya akan menggantikan tahta Adipati jayengrana III. Kedua saudara sebapak Sawunggaling ikut sayembara namun gagal. Sawunggaling juga ikut sayembara dan berhasil memenangkan sayembara itu. Akhirnya Sawunggaling dinobatkan menjadi Adipati Surabaya yang bergelar Adipati Jayengrana IV.
Pada saat pesta perayaan pengangkatan Sawunggaling, VOC menghasut Sawungrana dan Sawungsari untuk mencelakai Sawunggaling dengan memberikan minuman yang diberi racun. Namun hal itu telah diketahui oleh Paman Sawunggaling yaitu Adipati Cakraningrat. Sehingga pamannya menumpahkan minuman yang akan diberikan ke Sawunggaling pada saat pesta. Saat itu sempat terjadi kesalahpahaman karena Sawunggaling mengira pamannya telah mempermalukan dirinya di hadapan banyak orang karena menumpahkan minuman yang berisi racun tersebut. Setelah pamannya menjelaskan kronologi yang sebenarnya akhirnya Sawunggaling meminta maaf dan membenci VOC karena berusaha menghasut saudara sebapak untuk mencelakakaknya. Sejak saat itu Sawunggaling berusaha mengusir keberadaan VOC. Sampai saat ini Sawunggaling dikenal sebagai orang yang tatag, teteg dan tutug.
Belajar Tatag, Teteg serta Tutug
Pada pukul 22.00 WIB, Mas Sabrang MDP, Mas Aminullah dan Pak Zainal Arief selaku direktur Politeknik Teknologi Nuklir Indonesia, naik ke atas panggung menemani moderator dan Mas TP Wijoyo. Diawali dari Pak Zainal Arief yang merespons tema tentang menemukan inspirasi dari sejarah Surabaya terutama tokoh Sawunggaling.
Pak Zainal menemukan tiga hal yang merepresentasikan sosok Sawungglaing yaitu tatag, teteg dan tutug. Tatag itu misalnya jamaah dari rumah atau tempat kerja berangkat ke Bangbang Wetan pulang larut malam itu merupakan bentuk dari tatag.
Tatag dengan niat berkumpul, belajar apapun termasuk sejarah yang memberikan kekuatan tambahan kepada kita bisa hadir di Bangbang Wetan dan nanti pulang kembali ke rumah. Berikutnya harus tatag juga membawa cerita dan hikmah yang dibawa sepulang dari Bangbang Wetan untuk bisa diterapkan di kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya teteg yang berarti teguh. Jadi kalau sudah niatnya baik selanjutnya akan baik terus. Walau terkadang di tengah perjalanannya ada menggok-menggoknya sedikit. Tapi jika diingatkan akan kembali pada niat baik yang diniatkan di awal perjalanan.
Terakhir tutug. Artinya kita menuntaskan apa yang menjadi cita-cita kita mencapai hasil yang kita cita-citakan.
Bahasa lain dari tatag, teteg dan tutug kalau di dunia pendidikan maupun instasi adalah kerja Ikhlas, kerja keras serta kerja tuntas. Kerja Ikhlas adalah kerja yang menitikberatkan niat kerja kita itu untuk apa. Kita kerja hanya untuk mencari uang saja atau bekerja karena kewajiban lain misalnya menafkahi keluarga termasuk anak dan istri. Apapun yang menjadi tanggung jawab kita adalah niatan yang kita tanamkan di awal dalam bekerja ikhlas.
Ikhlas saja menurut Pak Zainal tidak cukup. Harus kerja keras atau bekerja secara sungguh-sungguh dengan modal potensi yang ada. Berikutnya kerja tuntas. Caranya menemukan potensi denga kecerdasan yang kita miliki. Berikutnya bisa berkomunikasi, supaya apa yang menjadi ide kita bisa tersampaikan dan bermanfaat di masyarakat.
Aspek Manfaat Belajar dari Sejarah
Selanjutnya Mas Sabrang merespons tema bahasan malam itu. Mas Sabrang menjelaskan ada beberapa aspek manfaat dari belajar sejarah.
Aspek pertama, belajar dari sejarah agar bisa memperbaiki diri kita. Sejarah salah satu yang bisa diambil adalah limitasi apa yang pernah dilakukan manusia. Kita meyakini mungkin saja kita mempunyai peran seperti Sawunggaling yang tatag, teteg dan tutug. Kita mempunyai perspektif apa yang mungkin dilakukan manusia dan kita bisa melihat diri kita seberapa dekat pada limit tersebut.
Aspek kedua, belajar sejarah itu memberi cara untuk minimal kita tidak sia-sia menjadi manusia. Orang tua kita barangkali pernah bercerita ke kita sejarah Pandawa, Soekarno atau sejarah lain. Orang tua kita menceritakan sejarah ke kita karena kalau orang tua tidak bisa mengambil pelajaran sejarah, minimal bisa meneruskan cerita sejarah ke anaknya, agar anaknya bisa mengambil pelajaran dari sejarah tersebut.
Orang tua akan merasa apa yang perlu diwariskan ke anaknya untuk modal anaknya menjalani hidup. Sementara kadang-kadang hidup manusia itu tidak cukup berwarna untuk diwariskan kepada anaknya. Tapi untuk bisa bermanfaat kita bisa menceritakan sejarah hidup tokoh sejarah. Pentingnya belajar sejarah adalah paling tidak membuat diri kita berguna walaupun tidak dengan cerita pengalaman hidup kita.
Belajar sejarah seperti semua hal di dunia, kita belajar ada just in time dan just in case. Belajar just in time kita perlukan untuk memecahkan masalah sehingga perlu belajar. Sedangkan belajar just in case berguna bagi kita siapa tahu terpakai di masa depan. kadang-kadang belajar itu prosesnya just in case, siapa tahu terpakai di masa depan.
Sejarah ini konsepnya adalah belajar yang just in case. Belajar sejarah, siapa tahu berguna bagi kita di masa depan. Manfaat belajar sejarah tidak harus yang besar-besar, kadang-kadang kita bisa memakai yang kecil-kecil. Misalnya kita bisa mereferensikan tokoh sejarah untuk lobi atau diskusi lebih lancar. Bahan guyonan yang kita temukan dalam sejarah tokoh yang kita referensikan akan membantu menunjukkan posisi kita ketika melakukan pelobian.
Kita menjadi bagian dari sejarah panjang. Guyonan kita mengandung sejarah. Contohnya guyonan soal deadline. Ketika kita ditanya karena sedang mengerjakan deadline pendek. Kita jawab dengan guyonan: “Tenang saja, tidak usah khawatir. Deadline pendek itu warisan budaya. Deadline awalnya dimulai oleh Bandung Bondowoso.
Bandung Bondowoso menurut sejarah demi menunaikan keinginanya menikah dengan Roro Jongrang diberi deadline semalam untuk membangun seribu candi. Bandung Bondowo menyanggupi deadine itu dan benar-benar jadi. Deadline itu soal kulkutral, salahnya Bandung Bondowoso, tenang saja yang penting beres,” Para jamaah serentak tertawa setelah mendengar penjelasan Mas Sabrang tersebut.
Kalau kita tidak mempunyai referensi sejarah tentang Bandung Bondowoso, kita tidak bisa guyon dengan bahan sejarah. “Kita tidak sedang merendahkan value dari sejarah. Tetapi pengetahuan tentang sejarah membuat kita lebih kaya dalam berkomunikasi dan lebih fleksibel dalam negosiasi.” Ungkap Mas Sabrang
Aspek terakhir, blajar sejarah membuat kita berpikir laverage. Sejarah berharga lama dan jauh bagi kehidupan manusia. Sejarah kita butuhkan untuk diceritakan ke anak, agar si anak bisa belajar dari sejarah. Kita belajar sejarah sekedar tahu saja tidak apa-apa. Karena sekarang ada Chat GPT. Kita tinggal tanya ke Chat GPT sejarah yang samar-samar kita ingat. Ilmu tidak harus detil, yang penting kita tahu lapangan-lapangannya dari mana saja, ketika kita membutuhkan tinggal narik garis baiknya darimana.
Itulah sepertinya salah satu alasan kenapa Mbah Nun mengirim buku-buku sejarah masa klasik ke Mas Sabrang ketika masih kecil. Buku-buku klasik yang dikirim diantaranya sejarah Mahabarata, Baratayudha, Ramayana, Bagavad Gita, dll. Buku dari klasik barat diantaranya Winnetou dst. Mas Sabrang merasa sangat berguna Mbah Nun mengiriminkan buku sejarah klasik. Manfaat yang dirasakan Mas Sabrang dikiriimi buku-buku tersebut adalah paham detil jika ada orang mengobrol tentang sejarah Mahabarata, Ramayana, dll.
Mas Sabrang paham detil nama orangnya dan kejadiannya bagaimana, sehingga Mas Sabrang bisa berkomunikasi dengan llingkaran yang lebih jauh dengan referensi sejarah itu. Kalau kita mempunyai khasanah-khasanah sejarah tersebut kita lebih mempunyai kesempatan untuk bergaul dengan lebih banyak pihak. Jangan lupa salah satu rumus dari rezeki adalah silaturahmi, artinya itu membuka rezeki kita juga.
***
Setelah ketiga narasumber memaparkan insight dan merespons tema, moderator mempersilahkan beberapa jamaah naik ke atas panggung untuk menyampaikan pertanyaannya kepada ketiga narasumber.
Pertama, Arno Irsyadirahman dari Gresik, bertanya tentang situasi geopolitik sekarang ini sedang memanas di Eropa, Timur Tengah serta Korea, kemungkinan worst case-nya bisa sangat buruk di sana. Apa yang perlu kami lakukan sebagai generasi muda? Pertanyaan berikutnya, bagaimana cara menjadi seorang yang ahli?
Kedua, Lia dari Sidoarjo. Lia penasaran tentang kisah masa kecil Mas Sabrang yang pernah diberi challenge oleh Mbah Nun berjalan kaki pada jarak 10 meter dengan waktu tempuh selama 1 jam. Pesan apakah yang Mas Sabrang temukan dalam challenge yang diberikan oleh Mbah Nun?
Ketiga, Figar dari Pasuruan. Figar seorang guru matematika yang bertanya tentang bagaimana cara mengajarkan cara berpikir yang optimal?
Suasana khas Maiyahan tentang jamaah yang fokus tapi asyik menyimak jalannya sinau bareng juga ditemukan di Bangbang Wetan malam itu. Jamaah ada yang memadati pendopo kelurahan, ada yang bersandar di pagar lapangan voli fokus menyimak dan asyik tertawa ketika Mas Sabrang, Mas TP Wijoyo dan Pak Zainal melempar jokes yang mengundang gelak tawa jamaah. semakin malam jamaah yang datang semakin memadati area kelurahan LIdah Kulon. Semua penuh Khidmah dan asyik mengikutijalannya sinau bareng. Sesekali juga terdengar suara balita yang asyik bermain dengan orang tuanya sambil mneyimak jalannya diskusi.
Cara Menjadi Ahli dan Merespons Situasi Geopolitik
Pak Zainal merespons pertanyaan dari Arno. Pak Zainal merespons pertanyaan dari Arno tentang geopolitik yang sedang memanas dengan menganjurkan kita berpikir diri kita sendiri saja. Kita fokus bekerja sebagai guru maupun pelajar, dengan mengupayaan menjadi yang terbaik sesuai dengan potensi yang kita punya.
Cara mengupayakan menjadi seorang yang ahli dangan meningkatkan softskill. Softskill itu tentang cara berkomunikasi, cara bekerja sama satu tim serta cara mendengar pendapat orang lain. Kita bisa belajar dari sejarah untuk belajar mengupayakan menjadi seorang yang ahli. Kita belajar bagaimana perjalanan hidup seorang tokoh sejarah bisa mencapai tujuannya atau menjadi ahli di bidangnya.
Berikutnya, Mas Sabrang merespons pertanyaan jamaah. Pertama, Mas Sabrang mengajak jamaah mencari pola dalam merespons hal-hal seperti geopolitik tersebut.
Pertama, kita harus paham konteksnya. Kita sekarang ini hidup pada zaman yang tidak biasa pada peradaban manusia. Kalau kita mau belajar peradaban manusia, hampir tidak pernah tidak ada peperangan di muka bumi. Setiap peradaban manusia terdahulu selalu ada peperangan, hanya mungkin 80 tahun terakhir ini satu-satunya era Dimana tidak ada peperangan sejak Perang Dunia kedua. Artinya, situasi damai yang kita rasakan ini yang anomali bukan situasi perang yang anomaly, kalau kita mau melihat peradaban yang panjang.
Bedanya perang geopolitik yang sekarang dengan perang di era terdahulu adalah perang terdahulu terjadi hamper di setiap tempat tetapi tidak berpengaruh kepada yang lain karena sistemnya tidak berhubungan satu sama lain. Mata uangnya berbeda dan tidak ada keterkaitan satu sama lain. Segi ekonomi dan komunikasi tidak berhubungan satu sama lain sehingga kita tidak tahu dan tidak merasakan efek apa-apa.
Sedangkan perang yang sekarang adalah ekonomi global dunia berhubungan satu sama lain. Contohnya dampak perang di Ukraina saja membuat supply kebutuhan pokok menjadi seret memuat harganya menjadi mahal, kita juga merasakan mahalnya harga kebutuhan pokok.
Kita bisa memutuskan mau benar-benar paham situasi geopolitik atau cukup paham untuk tidak mati. Kalau kita benar-benar kepengin paham kita bisa belajar macro economic. Belajar hubungan ekonomi dengan crypto, AI, teknologi, dst. Tapi untuk kita semua yang diperlukan adalah action yang practical.
Kedua, kita perlu konsep untuk bisa melihat situasi geopolitik tersebut. setelah kita memahami konteks, selanjutnya perlu memahami konsep. Konsepnya adalah perlu menyisir hal yang paling perlu di dalam hidup kita. Ambil 3-5 poin yang paling perlu di dalam hidup kita, jangan terlalu banyak poin. Poinnya misalnya: keluarga, saya tidak mati, saya nikah, atau apa terserah. Dari poin-poin itu kita cari yang terpenting di dalam hidup kita.
Kalau poin yang penting sudah kita pegang, konsentrasikan waktu dan energi kita pada poin yang penting, karena kita memiliki limitasi soal waktu dan energi. Pada situasi sekarang poin yang penting menurut Mas Sabrang adalah kita tetap bisa hidup atau tidak mati. Kita konsentrasi supaya bisa survive. Seperti ketika pandemi beberapa tahun yang lalu kita mempunyai awareness yang lebih tinggi terhadap survival. Pada situasi supply menipis menjadi harganya tinggi, sehingga terjadi communal effort.
Sebagaimana yang dicontohkan teman-teman Lingkar Keluarga Mocopat Syafaat ada communal effort membuat urban farming. Ada komunitas yang keliling melihat jika ada lahan kosong kecil di area rumah warga memohon ijin kepada pemiliknya untuk ditanami ketela, kentang, dll. Paling tidak ada cara untuk survival untuk antisipasi jika ada situasi kebutuhan makanan sulit didapatkan. Yang penting kita dan keluarga kita survive, lebih bagus lagi jika membuat sistem yang agar sekampung bisa survive.
Biasanya masalah yang dianggap serius itu masalah yang menimpa diri. Kalau masalahnya tidak menimpa diri, dianggap bukan masalah yang riil. Kalau kita masih bisa makan, kita tidak akan percaya kalau orang lain kelaparan. Karena kita tidak merasakan sendiri. Hal itu memang menjadi bias kognitif kita yang disebut sebagai heuristic bias.
Heurisitic bias itu menganggap yang kita ketahui lebih penting daripada yang tidak kita ketahui. Kita perlu lepas dari bias itu dengan melakukan analisis yang cukup untuk membuat Keputusan yang berpengaruh pada diri kita. Karena kita yang paling tahu circumstance atau keadaan dalam kehidupan kita. “Yang universal dari kita semua adalah kita mempunyai waktu dan energi yang terbatas. artinya gunakan waktu semaksimalmungkin dan seefektifmungkin untuk tujuan yang benar-benar penting untuk kita. Hal itu menurut saya strategi yang cukup apik hampir pada setiap keadaan,” anjur Mas Sabrang
Mas Sabrang juga menjawab pertanyaan Arno tentang cara menjadi ahli. Metodologi untuk menjadi ahli adalah melakukan sesuatu hal yang kita senangi terus-menerus. Misalnya kita menjadi ahli mekanik karena kita setiap hari membaca jurnal tentang mekanik. Salah satu yang bisa kita lakukan di mayarakat adalah mengisi kekosongan-kekosongan peran yang bisa kita lakukan. Kita berani tandang bukan berani sambat. Sekecil-kecilnya kita berkontribuasi lebih baik daripada tidak berkontribusi.
Ahli itu bukan kita yang menjadi. Ahli itu dunia yang mengakui kita ahli. Artinya kita tidak bisa berusaha menjadi ahli. Kita hanya bisa hidup di hal yang kita bisa lakukan sesenang-senangnya serta sebanyak-banyaknya pengetahuan, kemudian orang lain yang akan menganggap kita sebagai ahli. Kita cukup tahu dan cukup bermanfaat bagi orang lain, sehingga orang lain menganggap kita seorang ahli. Menjadi ahli itu kita benar-benar expert di bidang kita serta menggunakannya untuk hal yang bermanfaat.
Belajar Kemampuan Menghadapi Diri Sendiri
Selanjutnya, Mas Sabrang merespons pertanyaan dari Lia soal Mas Sabrang ketika kecil diberi challenge oleh Mbah Nun berjalan di jarak yang dekat dengan waktu yang lama. Mas Sabrang mengatakan bahwa Mbah Nun tahu betul cara untuk membuat Mas Sabrang bergerak adalah dengan tantangan. Sebagaimana yang pernah Mas Sabrang ceritakan bahwa beliau mau kuliah ke luar negeri bukan karena kepengin sekolah, melainkan ditantang oleh Mbah Nun.
Pada waktu Mas Sabrang masih SD, beliau ditantang oleh Mbah Nun berjalan sekitar 10 meter. Rules-nya perjalanan dari ujung keberangkatan sampai ujung tujuan tidak boleh berhenti bergerak serta lamanya harus 1 jam. Mas Sabrang melakukan hal itu karena ditantang. Mas Sabrang menggunakan beberapa teknik.
Teknik pertama Mas Sabrang berjalan seperti biasa, ketika akan sampai tujuan beliau bergerak-gerak sampai menunggu waktu selesai, tapi teknik itu tidak diperbolehkan oleh Mbah Nun karena harus ada perpindahan lokasi. Teknik berikutnya, Mas Sabrang berjalan nggremet kakiny, teknik itu juga tidak diperbolehkan Mbah Nun karena harus berjalan seperti orang biasa tapi dengan kecepatan yang sangat lambat. Akhirnya Mas Sabrang memakai teknik seperti seorang phantomim yang berjaalan dengan gerak lambat.
Challenge itu menurut Mas Sabrang mempunyai profound impact (dampak yang mendalam) karena karena manusia secara intrinsic mempunyai perspektif keluar dan melihat kedalam. Karena ada banyak impuls di luar, naluri kita adalah melihat keluar. Kalau kita bosan sedikit yang kita buka adalah Instagram. Twitter, dll. Kalau kita terlalu banyak melihat keluar, lama kelamaan kita tidak mengenal diri kita sendiri. Ketika Mas Sabrang waktu itu tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menuntaskan challenge berjalan dengan gerak yang sangat lambat itu, Mas Sabrang berhadapan dengan dirinya sendiri, tidak bisa lari keluar menghibur diri.
Satu langkah pertama isinya kegelisahan atau sambatan, sambat-nya diselesaikan sampai bosen sambat. Ketika menginjak langkah ketiga sudah tidak sambat lagi karena mulai berpikir mencari kegiatan. Langkah berikutnya mencoba mengisi kegiatan, sampai akhirnya pada langkah 7-8 membulatkan tekad untuk menuntaskan misi sampai selesai.
Karena Mas Sabrang waktu itu sudah memutuskan melakukan challenge itu, membuat tekadnya bulat untuk menuntaskan misinya sampai selesai. Pada challenge itu menurut Mas Sabrang urusannya bukan pada berjalannya, tapi dipaksa menghadapi diri sendiri tanpa bisa escape dari mana saja. Skil berani menghadapi diri sendiri sangat dibutuhkan terutama oleh Gen Z.
Gen Z membutuhkan situasi dipaksa berani menghadapi diri sendiri karena sangat mudah lari dari diri sendiri. Zaman sebelum ada gadget, yang popular itu obat terlarang, alkohol dan gaple. Karena cara termudah untuk keluar diri pada saat itu adalah ngobat, minum alkohol dan bermain gaple. Karena yang paling menyakiti diri kita sendiri adalah diri kita sendiri, sehingga kita tidak berani menghadapi.
Orang dahulu senang bertapa atau semedi itu salah satu efeknya mau tidak mau kita harus menghadapi diri kita sendiri. Mungkin kita belum merasakan susahnya, karena belum pernah merasakan menghadapi diri kita sendiri. Coba sekarang gadget kita pinggirkan dari diri kita selama 2 jam, lantas kita berdiam diri di kamar yang tidak apa-apa. Selanjutnya lihatlah pergolakan luar biasa yang kita rasakan selama 2 jam kita berdiam diri di kamar. Lima belas menit pertama kita mungkin misuh atau mencari-cari buku,
Ada percobaan psikologi, orang dimasukkan dalam ruangan putih yang suaranya tidak dapat di dengar sehingga tidak mendapat impuls dari luar. Berbicara tidak bisa, visualnya putih semua, cuma ada satu cara menstimulasi diri dengan menyetrum diri sendiri. Menyetrum itu menyakitkan. Percobaan psikologi itu kepengin tahu orang itu memilih diam atau memilih menyakiti diri sendiri. Tidak sampai 15 menit orang itu mulai menyetrumkan diri walaupun menyakitkan karena menganggap sebagai hiburan karena tidak bisa berbuat apa saja.
Melalui pendekatan man arofa nafsahu faqod arofa robbahu, kita berkoar-koar tentang kebenaran Dimana Tuhan dan pembuktihan ada Tuhan, kita menghadapi diri kita sendiri saja tidak pernah. Kita menghadapi diri sendiri dengan liarnya, bosannya, dengan capeknya, dst. Hal memaksakan menghadapi diri sendiri itulah yang diajarkan Mbah Nun ke Mas Sabrang ketika memberikan challenge pada waktu SD seperti yang diceritakan di atas.
Skil yang Mas Sabrang dapatkan ketika merefleksi ke belakang challenge itu adalah kemampuan untuk menyalahkan diri sendiri, sebelum menyalahkan orang lain. Ternyata hal itu ada sambungannya dengan kalimatnya Ali bin Abi Thalib yang mengatakan, kepada sebuah situasi yang tidak baik, langkah pertama track kontribusi negatif kita di situ sebelum menyalahkan orang lain. Karena hal itu yang paling optimal menumbuhkan diri kita sebelum bisa menyelesaikan masalah tersebut. Hal itu hanya mampu dilakukan oleh orang yang berani melihat kedalam diri. Kalau kita sudah bisa melihat ke dalam diri, kita jadi kenal diri dan cara meng-handle diri pada setiap situasi dan permasalahan.
Kemudian, Mas Sabrang merespons pertanyaan Figar tentang bagaimana cara mengajarkan cara berpikir yang optimal? Semua hiburan itu butuh berpikir, yang Figar ajarkan bukan sebagai hiburan tapi sebagai beban. Makanya ketika Figar melihat siswanya berangkat sekolah sudah membawa berbagai macam penderitaan dari rumah, sehingga kita Figar kasihan untuk memberi penderitaan yang lain dengan mengajarkan pelajaran matematika. Informasi menjadi beban karena kering atau tidak melalui yang biasa manusia menyerap. Cara manusia menyerap informasi yang telah berjalan ribuan tahun yaitu dengan story telling. misalnya, Figar bisa mengajarkan pelajaran matematika bukan soal penambahannya. Figar bisa story telling dengan menceritakan sejarah angka-angka. Dari belajar sejarah angka melalui metode story telling menjadikan hiburan siswa yang perlahan melupakan masalahnya, dan belajar sesuatu yang baru. Masalahnya pada guru pengajarnya yang harus belajar sejarah matematika. Kalau sang guru ingin meringankan beban siswa plus sekalian membuat mereka pandai, artinya sang guru juga harus berani berkorban untuk belajar lebih banyak serta untuk menyampaikan sesuatu yang indah untuk mereka para siswa.
“Seru mas cerita matematika. Seru tenan. Dari bilangan natural number positif, menjadi bilangan bulat, bagaimana ditemukannya negatif, bagaimana ditemukannya nol, bilangan rasional, irasional, kemudian bilangan imajiner, itu semua ada story-nya, latar belakangnya dan sangat fun. Saya bukan sedang menjadi sales matematika lho ya. Tapi memang menyenangkan banget,” ungkap Mas Sabrang menceritakan pengalamannya mengenal dan paham lebih dalam tentang matematika.
Majelis ilmu Bangbang Wetan sesi sinau bareng diakhiri pukul 00.45 WIB. Majelis dipuncaki dengan indal qiyam yang dipimpin oleh Gus Lutfi dan diteruskan sesi salaman jamaah baris memanjang bergiliran bersamalaman dengan Mas Sabrang MDP dan Pak Zainal Arief.
Surabaya, 26-29 Juni 2024