MASALAH TITEN MENJADI ‘ILMU DAN LAKU

Maiyahan Cirrebes edisi Desember 2025 ini mengangkat tema “Titen”. Dengan harapan, jamaah Maiyah menjadi lebih serius, lebih mendalami nilai-nilai ilmu Maiyah, yang puncaknya, goal-nya; Ngelmu Maiyah kanti laku.

Dengan anggapan, intropeksi; bahwa sifat titen ini masih merupakan bagian dari masalah diri kita yang harus terus diasah. Untuk lebih teliti, lebih cermat,  dan lebih peka terhadap keadaan.

Seperti biasa, acara Maiyahan diawali dengan pembacaan Tawashshulan; mengemis, memohon kasih sayang Allah SWT, menyapa dan menyalami Malaikat, bermesraan bersama Rasulullah SAW dengan bershalawat, bermunajat dan berdoa agar Allah memberikan yang terbaik untuk kita semua.

Untuk membuka sinau bareng tema Titen ini, salah satu penggiat membagikan oleh-oleh pengetahuan dan ‘ilmu hasil dari silatnas Maiyah 2025 yang dilaksanakan pada tanggal 6-7 Desember di rumah Maiyah Yogyakarta.

Bagaimana sikap Maiyah dalam menjembatani pergeseran konsep waktu dan diri dari zaman pra-modern, modern, dan era sosial media sekarang ini.

Maiyah bersedia menjadi keranjang sampah. Orang-orang yang datang ke Mbah Nun atau Maiyah biasanya membawa permasalahan yang ingin diselesaikan. Dari mulai permasalahan jati diri individunya sendiri, keluarganya, sampai pada ruang dan sikap dalam bermasyarakat dan bernegara.

Maiyah bukan hanya sebatas penampung, namun juga proses daur bersama yang dibungkus selimut kebahagiaan, untuk mencari dan memformulasi arah kemanfaatan bersama ke depannya.

Salah satu jamaah merespons dengan memaparkan Lima Prinsip laku Majlis ‘Ilmu Maiyah, yang diperolehnya melalui maiyahan via Youtube, dalam chanel Caknun.com . tonton:  https://youtu.be/Ha5ozrscEDQ?si=PYL-p8i9mRWrzBm7.

Lima Prinsip Majelis ‘Ilmu Maiyah yang dituju di dalamnya adalah:

Pertama, Syu‘ūrul Maiyah; dimanapun dan kapanpun selalu menghadirkan Allah dan Rasulullah, serta orang-orang yang ingin bersama Allah dan Rasulullah.

Kedua, Mutahabbīna fillāh; orang-orang yang tidak sedarah, namun bersaudara karena bersama-sama mencintai Allah.

Ketiga, Ghurabā; mengasingkan diri untuk tidak mengikuti arah dan konsep yang tidak semestinya. Tidak berebut kekuasaan untuk menguasai, tidak berebut materi untuk memperkaya diri, tidak memiliki mimpi dan ambisi yang bersifat duniawi.

Keempat, ‘Abdan ‘Abdiyya; laku hidup sebagai hamba yang mengabdi pada Allah SWT, bersedia menjadi pembantu dan penolong hajat kebaikan bersama, pada konteks ruang lingkup lingkungan yang ditemuinya.

Kelima, Tadabbur al-Qur’an; mengakrabi al-Qur’an dalam setiap hal dan keadaan, untuk mencari arah serta proses menjalani kehidupan.

Di sisi lain, ada juga jamaah yang merespons bahwa;  tema titen ini merupakan bagian proses dari bermaiyahan kita selama ini.

Sebelum ngelmu kanti laku. Semuanya diawali dengan adanya data-informasi-pengetahuan dan keadaan yang harus kita titeni. Dalam Maiyah, bukan hanya pertemuan jasad antar jamaah saja yang dirasakan, melainkan juga pertemuan  informasi dan pengetahuan yang saling bersilaturrahmi. Dengan menjernihkan hati dan mengasah fikiran, kemudian semuanya itu diformulasikan menjadi ‘ilmu, untuk menjadi pijakan dalam laku kehidupan.

Dalam hal ini, dipaparkan juga mengenai tulisan-tulisan Mbah Nun yang sangat titen menanggapi kejadian dan keadaan yang kontekstual. Apalagi yang sedang ramai diperbicangkan masyarakat.

Bukan hanya sebatas berbagi informasi atau berita. Apa lagi ghibah!, tetapi yang lebih penting adalah titen menemukan nilai-nilai kehidupan di dalamnya, dan  bagaimana cara menyikapinya. Titen itu teliti tingkat tinggi atas apa yang terjadi, untuk menemukan pijakan langkah ke depannya.

Allah sendiri Maha teliti, Maha titen atas apa yang terjadi dan diperbuat makhluk-Nya.

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

Apakah Dia yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.

لَا يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ

Tidak ada yang luput dari-Nya  sebesar zarrah pun.”

Sekecil dan sehalus apapun yang terjadi. Allah pasti titen, mengetahui dan memahaminya dan siap menerapkan pijakan sikap keadilan-Nya.

Allah juga memerintahkan kita untuk titen:

فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِنْ فُطُورٍ ۝ ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ

Maka ulangilah pandanganmu, adakah engkau melihat sesuatu yang cacat? Kemudian ulangi pandangan itu sekali lagi.”

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

Sungguh, pada kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang berakal.

Dalam proses menemukan dan mengidentifikasi informasi atau permasalahan yang sedang terjadi, kita butuh titen. Setelah memperoleh ‘Ilmu di dalamnya, yang kita butuhkan selanjutnya adalah proses laku: “Istiqomah”; meneguhkan dan terus menerus berusaha menjalani dengan  kesungguhan. Ngelmu kanti laku.

Proses maiyahan terus berjalan, bahkan menjadi tambah asyik dan menarik ketika para jamaah lainya mulai berbagi pertanyaan dan pernyataan dari hasil titen terhadap keadaan kehidupannya masing-masing. Bukan berbagi keluh kesah kesedihan, apalagi menyombongkan keadaan. Melainkan belajar bareng, menemukan dan menjalani nilai-nilai inti kehidupan.

Semoga Maiyahan ini menjadi bukti kesungguhan kita di hadapan Allah SWT. Kita yang terus berproses tiada henti, terus berjalan kembali pada-Nya.

Lihat juga

Lihat juga
Close
Back to top button