Lima Pesan Mbah Nun dari Wonosalam Menghadapi Krisis Ekonomi Tahun Depan
Sinau Bareng di komplek Saieda Wonosalam Park Jombang pada Sabtu 15 Oktober 2022 kamarin yang digelar oleh Saieda Estate bekerjasama dengan pemerintah Desa Wonosalam mengangkat tema “Desa Itu Masa Depan, Bukan Masa Lalu”. Tema ini mendapatkan respons dari Mbah Nun dengan mengajak jamaah dan masyarakat, khususnya warga masyarakat desa Wonosalam, untuk mengantisipasi situasi di tahun depan 2023 yang dikatakan sebagian ahli sebagai resesi ekonomi.
Di hadapan masyarakat dan para stakeholder Kabupaten Jombang yang terdiri atas sembilan kepala desa se-Kecamatan Wonosalam, Kepala Bappeda Jombang, Bakespolbang Jombang, Wakapolres Jombang, Kapolsek Wonosalam, Danramil Wonosalam, anggota DPR Kabupaten Jombang Dapil Wonosalam yang membidangi urusan infrastruktur, pimpinan Ponpes Bumi Shalawat, dan Cak Yusron Aminullah sebagai CEO Saieda Estate, Mbah Nun menyampaikan sejumlah pandangan yang mengingatkan kembali akan prinsip-prinsip yang perlu dipegang dan dilakukan untuk menyongsong masa depan Indonesia, terutama yang dalam jangka pendek akan disambut dengan resesi ekonomi tersebut.
Jika kita catat, terdapat lima pesan disampaikan Mbah Nun dalam Sinau Bareng kawasan bukit Wonosalam ini. Pertama, pada awal Sinau Bareng Mbah Nun mengemukakan ajaran Islam melalui ucapan salam yaitu Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh. Ucapan salam ini mengandung panduan agar manusia mengubah atau mentransformasikan rahmat Allah (alam, hasil bumi, dll) menjadi barokah (kemanfaatan bagi banyak orang). Jika rahmat Allah tidak diubah dan diolah menjadi barokah, maka yang akan terjadi adalah adzab Allah.
Karenanya, sejak awal Mbah Nun meminta warga Wonosalam untuk mendaftari (mensyahadati) apa saja rahmat Allah di bumi Wonosalam ini yang wajib mereka syukuri, kemudian kondisi apa saja yang menyangkut kesejahteraan yang masih merupakan kekurangan atau tantangan yang harus dijawab di Wonosalam yang menandakan masih perlu dimaksimalkannya proses transformasi dari rahmat menuju barokah tersebut. Melalui Workshop tiga kelompok dengan peserta dari sembilan kelurahan Wonosalam ini Mbah Nun juga mengajak mereka melihat sudah seberapa besar rasa syukur masyarakat Wonosalam dalam membarokahkan rahmat Allah.
Pertanyaan yang diajukan warga secara lugas kepada kepala Bappeda dan anggota DPR malam itu menyangkut pembangunan jalan di Wonosalam juga berada dalam konteks ini. Pemerintah sebagai pengemban amanat publik memiliki kewajiban utama mentransformasikan rahmat Allah menjadi barokah.
Kedua, Mbah Nun berpesan bahwa kita sebagai warga negara harus bisa bernegara. Terlebih pemerintah dan pemimpin. Menurut Mbah Nun, kalau beragama insyaAllah lebih mudah sepanjang kita memahami syariat dan akhlak. Tetapi, bernegara lebih sulit karena menyangkut banyak variabel. Selama ini Belanda hanya mengajarkan peka kepada hak, tetapi tidak pada kewajiban. Kita sekarang perlu menyeimbangkan antara hak dan kewajiban. Maka, Mbah Nun mengatakan negara tidak boleh hanya menekankan kewajiban rakyat tetapi harus memperhatikan hak-hak rakyat.
Menarik sekali, dalam posisi ini, Mbah Nun secara langsung memberikan contoh tentang pentingnya mengutamakan hak-hak rakyat oleh pemerintah. Saat kepala Bappeda memberikan jawaban yang masih normatif, Mbah Nun mengejar dengan menanyajan kira-kira bisa nggak disebutkan kapan rencana pembangunan itu direalisasi. Demikian pula, ketika anggota DPR telah menyampaikan anggaran pembangunan infrastruktur, Mbah Nun menanyakan hal yang sama yaitu kapan akan dijadwalkan pembangunan tersebut. Pemerintah atau pengemban amanat publik hendaknya memberikan informasi yang jelas kepada rakyat. Malam itu, dalam suasana yang akrab, enak, tetapi tetap berpijak pada kebenaran logika politik, Mbah Nun menciptakan suasana interaksi politik yang baik dan mengedukasi terutama kepada para pejabat yang hadir di atas panggung.
Ketiga, berkaitan dengan krisis ekonomi tahun depan yang akan berlangsung lebih berat dibanding krisis 1998, 2008, dll. yang dipicu oleh pandemi Covid-19 dan Perang Rusia-Ukraina, Mbah Nun berpesan agar desa seperti Wonosalam ini meningkatkan swasembada dan kedaulatan pangan. Hal ini dikatakan beliau karena menyadari bahwa potensi swadaya pangan Wonosalam sangat tinggi. Dalam bahasa lain, Mbah Nun berpesan agar rahmat Allah yang dianugerahkan kepada bumi Wonosalam diubah menjadi barokah berupa penangkal krisis ekonomi. Dengan demikian, jika terjadi krisis ekonomi, Wonosalam tidak terlalu terdampak. Apalagi, di sisi lain, Mbah Nun sangat percaya kepada karakter atau mental rakyat Indonesia yang tangguh, sregep, dan kuat. Jadi, ”gak kiro krisis (nggak mungkin krisis),” kata Mbah Nun.
Keempat, sehubungan dengan pada 2024 akan berlangsung pemilihan pemimpin nasional, dan karena kita tidak benar-benar mengenal calon-calon pemimpin tersebut, maka kita jangan gampang merasa bisa memilih siapa. “Ojo petita-petiti milih sopo,” kata Mbah Nun seraya mengajak masyarakat untuk tidak grusa-grusu dalam memilih pemimpin. Dalam keadaan tidak mudah dalam mengenali setiap calon pemimpin seperti itu, Mbah Nun berpesan kepada jamaah agar dalam memilih pemimpin hendaknya diiringi dengan sungguh-sungguh berdo’a membaca Ayat al-Qur’an surat Ali Imron ayat 26-27 dan ayat 54.
Ayat ke-26 surat Ali Imron ini menegaskan bahwa Allahlah yang memiliki hak untuk memberikan kekuasaan kepada siapapun yang dikehendaki-Nya dan mencabut kekuasaan kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Dengan mengimani ayat ini, Mbah Nun berharap kita akan mendapatkan pemimpin yang benar-benar dikehendaki-Nya. Kemudian dalam ayat ke-54 Allah menegaskan ‘mereka berbuat makar/tipudaya, tetapi Allah akan mentipudayai mereka’. Dengan mengimani ayat ini pula, manakala kita mendapatkan pemimpin yang tidak baik, khianat, dan menyalahgunakan kekuasaan, maka Allah akan bertindak tegas kepada mereka, dan menurut Mbah Nun hal ini telah ditunjukkan oleh Allah belakangan ini.
Kelima, adanya krisis ekonomi merupakan contoh bahwa dalam hidup ini kita akan ditimpa masalah. Masalah itu bisa berskala pribadi, ada masalah yang timbul dari atau pada tingkat kelompok/kebersamaan (politik, negara) , dan ada masalah yang berasal dari politik global. Masalah dengan bobot global yang sangat besar membuat Indonesia sulit keluar dari masalah tersebut dan dibutuhkan keajaiban dari Allah. Karenanya, Mbah Nun berpesan agar jamaah dan masyarakat sering-sering wiridan bersama, shalawatan, tawashshulan, mengemis kepada Allah agar dihindarkan dari efek kejahatan global. Dengan shalawatan pula, kita berharap Allah dan Rasulullah tidak tega kepada nasib kita semua.
Dalam Sinau Bareng malam itu juga, Mbah Nun mengajak semua jamaah melantunkan shalawat Asyghil dan doa kalimat thayyibah Hasbunallah wa ni’mal wakil ni’mal maula wa ni’man nashir. Demikianlah dengan berangkat dari makna yang dikandung lafadz salam, Mbah Nun memaparkan ilmu, rasionalitas, keseharusan, atau dununge dalam bernegara atau berpolitik. Termasuk dununge hubungan pemerintah pusat dengan desa, dununge hakikat desa dan kota yang selama ini tidak tepat dipahami. Menghadapi keadaan ke masa depan, termasuk krisis ekonomi 2023, kuncinya adalah mengembalikan perilaku politik kepada relnya yaitu mengubah dan mentransformasikan rahmat Allah menjadi barokah bagi masyarakat dan rakyat. []