Tadabbur Hari ini (1), KEDAULATAN ARTIFISIAL MANUSIA

بِسۡمِ ٱللَّهِ
(Dari ayat pertama Surat Al-Fatihah)

Semua niat dan pergerakan siapapun dan apapun selain Allah, tidak punya kemungkinan lain kecuali dilandasi dengan “Bismillah”, “dengan nama Allah”.

Firman itu bukan “Billah” melainkan “Bismillah”. Kalau ‘Dengan Allah”, selain Ia sendiri tidak punya pemahaman dan keabsahan yang dengan itu ia mengucapkan “dengan Allah”. Maka perlu medium: “dengan nama Allah”. Yang selain Allah menggapai-nggapai-Nya melalui “nama” sebagai jembatannya. Allah sendiri maha tak terjangkau oleh manusia. Maha tak tercapai. Bahkan tak tergambarkan. Sehingga pun tak terumuskan. Tak terkatakan. Tan kinoyo ngopo. Tan keno kiniro. Kata “Allah” itu merupakan kemurahhatian Allah untuk memberi alat kepada manusia untuk menggapai-Nya. Tetapi pada hakikat maupun realitasnya, manusia tidak punya kemungkinan untuk memahami atau merumuskan Allah melalui kata “Allah”.

Ruang kejiwaan dan semesta akal pikiran manusia tidak sanggup memuat Allah, tidak punya kemungkinan sedikit pun untuk menggagas, merumuskan, dan mengakomodasi Allah. Kecuali hanya sekadar simbolisasinya melalui kata “Allah”. Apa,siapa, dan bagaimana Allah mutlak hanya Allah sendiri yang mengetahui-Nya.

Semua pengetahuan dan ilmu yang manusia merasa memilikinya, pada hakikatnya hanya artifisial. Hanya Allah Yang Maha Otentik. Maha Sejati. Maha orisinal. Yang ada pada manusia hanya palsu. Hanya pinjaman yang dicipratkan amat sangat sedikit oleh Allah. Yang bersifat tidak menentu dan sangat relatif, dan bisa dicabut, dibatalkan, dimusnahkan sewaktu-waktu oleh Allah.

Lihat juga

Allah Maha Berdaulat atas semua itu. Kalau wacana dan literasi manusia dalam kehidupnnya, dalam politik sampai peradaban, dituturkan kata kedaulatan – maka itu artifisial, hanya “ayang-ayang”, tidak sejati.

Maka manusia mutlak harus sangat berhati-hati dalam menjalani hidupnya. Maka manusia tidak punya alternatif lain kecuali bergantung pada Allah, beriman dan bertaqwa kepada-Nya.

Sampai abad Millenial manusia yang berpose gagah perkasa, merasa pandai dan hebat, percaya dirinya berdaulat dan berkuasa, dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat atau bernegara dan berglobalisasi, adalah puncak kebodohan dan kelucuan peradaban manusia, yang semakin membutakan diri terhadap hitungan sejati atas ruang dan waktu. Hampir semua manusia di muka bumi salah hitung tentang esok hari.

Pergilah sampai ke ujung hutan dan lautan. Terbanglah sampai menembus angkasa dan langit. Teknologikan artificial intelligencehingga mendekat ke lapisan langit ketujuh. Tetapi mendekat-dekat terusmenerus kepada Allah adalah satu-satunya pilihan manusia. Dengan masyarakatnya, dengan Negaranya, serta dengan apapun saja dalam hidupnya.

Emha Ainun Nadjib

29 April 2023.

Lihat juga

Back to top button