INFINITY ( ∞ )
(Mukaddimah Majelis Ilmu Maiyah Poci Maiyah Tegal Edisi Januari 2025)

Adakah hubungan antara Maiyah dengan infinity, simbol yang menjadi tema bulan ini?
Dalam istilah komputer, infinity adalah hasil pembagian dari angka 0 (nol) yaitu tak terhingga atau tak terbatas. Mirip-mirip simbol phi ( π ), 22/7, disederhanakan memang sebatas 3,14, tapi sebenarnya angka di belakang koma bisa memenuhi kertas satu buku.
Seperti angka yang dimulai dari 1, manusia juga berawal dari Sang Tunggal, Al Ahad, Al Awal, yang mengawali segala sesuatu, dan Al Akhir, yang akan menjadi ujung dari segala sesuatu itu juga. Begitulah perjalanan manusia, bahkan, jika dalam sudut pandang perjalanan, surga dan neraka juga hanya area urban, kota-kota singgah, sebab sebenarnya perjalanan manusia, seharusnya, ilaihi roji’un, dari Tuhan dan kembali pada Tuhan Yang Tunggal juga.
Maka selayaknya perjalanan, manusia butuh peta, dan lebih sempurna lagi jika ada teman. Seseorang yang akan menuntun, membimbing, menemani menuju tujuan. Dalam konsep pendidikan, teman itu disebut guru, mursyid, ustadz, dan semacamnya. Apakah tidak boleh melakukan perjalanan sendirian? Dalam banyak nasihat, melakukan perjalanan, seperti belajar, dengan sendirian akan memungkinkan tersesat. Walaupun, dalam qur’an juga disampaikan intaqumu lillahi matsna wa furooda, bangunlah, bangkitlah (lakukan perjalanan) berdua-dua atau sendirian. Sebab apakah bersama guru sudah pasti tidak akan tersesat? Mungkin juga. Jika Nabi Muhammad ibarat mentari, maka para guru dan mursyid hanyalah sebatas cermin. Dan cermin-cermin yang merasa menjadi mentari itulah yang memiliki potensi menyesatkan para siswa/muridnya. Seperti yang dinasihatkan Mbah Nun, “Jangan jadikan aku penghalang antara engkau dan rasulullah, antara engkau dan Allah!” seseorang yang telah mengenali dirinya sendiri, ia juga pasti mengenal Tuhannya.
Bukan suatu kebetulan, sinau bareng ini disebut Maiyah, dari kata ma’a, bukan Jamiyah, dari kata Jama’a. Bukan tentang kumpul-kumpul, ini tentang kebersamaan, tentang keserantakan. Dalam hal apa?
Sebentar lagi, komputer kuantum akan tercipta. Komputer ini dimungkinkan akan membuat pengalaman pertama dalam pembuktian rumus Einstein E=mc². Tapi bukan dalam hal materil, masih dalam bentuk data. Maksudnya, terdengar fiksi memang, jika rumus tersebut terbukti, dan data bisa diunduh dari masa depan, maka dunia akan drastis berubah. Konsep ruang-waktu materi versi Newton akan terlampaui dengan terbuktinya (semisal itu benar) rumus E=mc². Tapi, itu baru konsepsi ruang-waktu cahaya, di atasnya ada lagi konsepsi ruang-waktu ke-3, yaitu ruang-waktu kebersamaan atau keserentakan.
Para Marja Maiyah seakan memberikan anak tangga (muthola’ah, dari kata tho-la-‘a), simbol, seperti warisan kedigdayaan nusantara di dalam tembang, candi, budaya, agar anak-cucu Maiyah dapat menaiki anak-anak tangga itu, siapa saja, atau kapan waktunya Allah mengizinkan. Bahwa Maiyah, itu sederhana, seperti simbol infinity, sekaligus kompleks. Dari anak tangga ini, sinau bareng dimungkinkan memahami konsepsi ruang-waktu materil Newton, mengalami ruang-waktu cahaya versi Einstein, dan mencapai ilaihi roji’un, yaitu peradaban sebelum malaikat diciptakan (ada hadits tentang malaikat diciptakan dari unsur wujud zat cahaya), peradaban ‘sebelum cahaya’, yaitu as sidrah, wujud zat Nabi Muhammad, yang Jibril (cahaya paling tinggi) tak mampu memasukinya. Di wujud zat inilah, tidak ada lagi sebab-akibat, tidak ada kata sebelum dan setelah, segala sesuatu di konsepsi ruang waktu 1, 2, dan 3, berjalan secara bersamaan dan serentak. Innama amruhu idza arooda syai’an, ayyuqula lahu kun fayakun.
Nabi Muhammad memberi dua kendaraan agar mampu menelusuri jejak-jejak beliau ke peradaban sebelum cahaya, yaitu sholat dan sholawat. Sholat adalah kendaraan ‘bertemu’ Allah, sedangkan bersholawat adalah ketika seseorang bonceng, nebeng, ikut bersama segala sesuatu yang tersambung bersama Nabi Muhammad, para malaikat, dan juga Allah. Sebab, bahkan, katanya, mahar Nabi Adam ketika menikahi Siti Hawa adalah sholawat kepada Nabi Muhammad.
(Redaksi Poci Maiyah/Abdullah Farid)