DIALOGIS PENGALAMAN JAMAAH DAN KIAIKANJENG TERHADAP ALBUM KADO MUHAMMAD
(Liputan 2 Majelis Ilmu Maiyah Bangbang Wetan Surabaya edisi Milad 17 Tahun BBW, Jumat, 1 September 2023)
![](https://mymaiyah.id/wp-content/uploads/2023/09/WhatsApp-Image-2023-09-04-at-2.00.10-PM.jpeg)
Milad 17 tahun Bangbang Wetan bersama KiaiKanjeng berlangsung pada Jumat, 1 September 2023 di Taman Budaya Cak Durasim, Genteng, Surabaya. Sore hari KiaiKanjeng melakukan cek sound album Kado Muhammad. Sore hari itu Pak Joko Kamto, Mas Helmi, Mas Doni serta Mas Imam Fatawi berembug perihal formula baru refleksi dan mengingat-ingat kembali album Kado Muhammad bersama jamaah Maiyah Bangbang Wetan. Album Kado Muhammad merupakan album pertama Mbah Nun bersama KiaiKanjeng.
Di majelis ilmu Bangbang Wetan edisi milad 17 tahun malam itu, KiaiKanjeng membawakan komposisi lengkap album Kado Muhammad yang rilis pada 1996 silam. “Malam ini dalam rangka memperingati ulang tahun Bangbang Wetan yang ke-17, bapak-bapak KiaiKanjeng akan mempersembahkan album Kado Muhammad. Album Kado Muhammad yaitu album pertama dari KiaiKanjeng, yang akan kita mainkan seluruh komposisinya malam ini. Silakan dinikmati, diresapi serta dicermati apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam album Kado Muhammad!,” pengantar Mas Doni menyapa dan mengajak jamaah malam itu.
Kemudian, dimulailah persembahan KiaiKanjeng membawakan komposisi lengkap album Kado Muhammad. KiaiKanjeng pertama membawakan nomor “Kado Muhammad”. Kemudian, KiaiKanjeng melanjutkan dengan nomor Jalan Sunyi, Parados, Kemana Anak-anak Itu, Rayap, Besi dan Gelombang, Engkau Menjelang, Tombo Ati, dan terakhir Tak Sudah-sudah. Pak Joko Kamto yang bertugas mempuisikan setiap nomor musik puisi. Nomor musik puisi yang ada di album Kado Muhammad seperti Kado Muhammad, Jalan Sunyi, Kemana Anak-anak Itu, Rayap, Besi dan Gelombang serta Tombo Ati.
Pak Joko Kamto malam itu yang membaca puisi sambil berdiri dan mengekspresikan isi puisinya dengan gerak tubuh, mendapat tepuk tangan meriah dari jamaah Bangbang Wetan. Pak Joko Kamto mendapat sambutan tepuk tangan meriah terutama setelah selesai membaacakan puisi Kemana Anak-anak Itu, Rayap, Besi dan Gelombang serta Tombo Ati.
Membaca Kembali Lirik dan Maksud Kado Muhammad
Mas Doni memoderatori sesi dialog bersama Mas Helmi dan KiaiKanjeng tentang album Kado Muhammad, setelah komposisi lengkap album Kado Muhammad selesai dibawakan. Sesi dialog diperlukan karena menurut Mas Doni banyak yang perlu digali dari album Kado Muhammad.
Mas Doni membuka diskusi dengan pertanyaan, album Kado Muhammad itu maksudnya kado untuk Kanjeng Nabi Muhammad atau kado dari Kanjeng Nabi Mumahammad buat kita? Mas Helmi yang diminta merespons pertanyaan itu bercerita bahwa sore hari sebelum acara dimulai, beliau menanyakan pertanyaan yang sama dengan Mas Doni ke Pak Joko Kamto. Mas Helmi menanyakan ke Pak Joko Kamto karena beliau yang ikut berproses dari awal penciptaan album Kado Muhammad. Menurut Pak Joko Kamto, Mbah Nun pada waktu penggarapan album Kado Muhammad tidak menerangkan, pokoknya langsung mengajak berproses membuat album tersebut. Tetapi menurut sudut pandang dan penghayatan Mas Helmi setelah menyimak liriknya, Kado Muhamad itu maksudnya kado dari Mbah Nun untuk Kanjeng Nabi Muhammad. Mas Helmi malam itu mengajak kita untuk membaca kembali lirik yang menjelaskan bahwa Kado Muhammad itu kado Mbah Nun untuk Kanjeng Nabi Muhammad:
Muhammadku Sayyidku
Engkau selalu dan terus menerus lahir
Dalam jiwaku
Muhammad pengasuhku
Yang mengajarkan hidup yanga halal dan toyib
Terimalah nyanyian syukur dan hutang budiku
Mas Helmi mengajak kita untuk membaca lirik di atas yang menjelaskan bahwa Kado Muhammad itu kado Mbah Nun untuk Kanjeng Nabi Muhammad. Menurut Mas Helmi kalimat penegasan yang menjadi petunjuk bahwa album Kado Muhammad merupakan kado dari Mbah Nun dan KiaiKanjeng untuk Kanjeng Nabi Muhammad pada kalimat, “Terimalah nyanyian syukur dan hutang budiku”. Kado dari Mbah Nun dan KiaiKanjeng kepada Kanjeng Nabi dihaturkan dengan sebab berada pada bait selanjutnya:
Terimakasih ya Muhammad
guru kami semua
Karena telah Engkau perkenalkan kami
kepada Allah penghuni utama kalbu kami
kepada keabadian
yakni negri kami yang akan datang
Kepada malaikat
yang paling sejati dari segala sahabat
serta kepada akhirat
yang selalu terasa sangat dekat
Muhammad kekasih kami
Terima kasih karena Engkau selalu mensyukuri
kegembiraan kami
Terima kasih
bahwa Engkau senantiasa pulang
menangisi derita hati kami
Menurut Mas Helmi, ungkapan terima kasih dari Mbah Nun kepada Kanjeng Nabi yang termaktub pada lirik di atas menjadi dasar dipersembahkannya kado dari Mbah Nun kepada Kanjeng Nabi Muhammad.
Mas Doni malam itu mengajak Mas Jijid untuk ikut merespons album Kado Muhammad. Mas Jijid setuju bahwa Kado Muhammad itu merupakan kado Mbah Nun kepada Kanjeng Nabi Muhammad. Tapi tidak menutup kemungkinan juga kado dari Kanjeng Nabi Muhammad untuk kita. Pada nomor terakhir album Kado Muhammad yang berjudul “Tak Sudah-Sudah” menerangkan fakta bahwa kado Muhammad itu juga Kado Kanjeng Nabi Muhammad untuk kita. Nomor Tak Sudah-sudah itu merupakan doa Kanjeng Nabi Muhammad yang dipinjam untuk dijadikan salah satu nomor Kado Muhammad.
Mas Helmi merespons Mas Jijid bahwa benar nomor Tak Sudah-sudah berisi doa dari Kanjeng Nabi Muhammad yang berbunyi: Allaahummainnaa Na’uudzu Bika Min ‘Ilmin Laa Yanfa’ Wa min Qalbin Laa Yakhsya’ Wa min Nafsin Laa Tasyba’ Wamin Da’watin Laa Yustajaabu Lahaa. Kanjeng Nabi Muhammad dalam doa tersebut mengajak kita memohon dan berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari nafsu yang juga tidak pernah selesai-selesai, dan dari doa yang tidak terijabahi.
Mas Jijid menyimpulkan bahwa Kado Muhammag itu ulang-alik dari kado Mbah Nun dan KiaiKanjeng kepada Kanjeng Nabi serta kado Kanjeng Nabi kepada Mbah, KiaiKanjeng dan kita. Mas Helmi mengiyakan pendapat Mas Jijid, bahwa kado Kanjeng Nabi Muhammad kepada kita itu pasti. Kemudian kepastian kado dari Kanjeng Nabi Muhmmad itu yang membuat Mbah Nun sejak muda sampai sekarang berkeliling ke segala penjuru dunia. Mbah Nun berkeliling ke segala penjuru dunia untuk menyampaikan cinta Kanjeng Nabi Muhammad kepada seluruh umat manusia. hal itu termaktub pada bait dari Kado Muhammad berikutnya:
Ya rasul
Kupanggul cintamu
berkeliling semesta
Kutaburkan di hutan
di sungai
di kota – kota
Ya rasul
Kudendangkan Qur’an
amanatmu itu ke segala penjuru
aku mengendarai angin
aku bergerak melalui cahaya
aku mengaliri gelombang
bagi-bagikan makanan keabadian
kutuangkan bergelas-gelas minuman kesejahteraan
kutaburkan cahaya
ke lubuk-lubuk tersembunyi hati manusia
Level Dialogis Terhadap Peristiwa
Mas Helmi menuturkan cerita Mbah Nun tentang salah satu waliyullah Gus Ud atau KH. Ali Mas’ud, yang makamnya berada di Pagerwojo, Buduran, Sidoarjo. Mbah Nun sejak kecil berteman dengan beberapa waliyullah. Salah satunya Mbah Nun dekat Mbah Ud atau biasa kita kenal dengan panggilan Gus Ud. Mbah Nun pernah bercerita bahwa pada suatu ketika Gus Ud ini di salah satu pasar di antara Mojokerto-Jombang pada suatu siang datang ke pasar dengan membawa terbang.
Gus Ud marah membawa terbang serta menabuhnya sambil badannya diguling-gulingkan di tanah. Gus Ud marah kepada orang-orang yang ada di pasar itu karena Gus Ud melihat Kanjeng Nabi Muhammad itu rawuh sementara tidak ada yang menyambut serta memperhatikan Kanjeng Nabi. Orang-orang tidak menyambut dan memperhatikan rawuh-nya Kanjeng Nabi karena pada sibuk berdagang dan urusannya masing-masing di pasar. Mbah Ud marah, menangis terbangan sendiri karena orang-orang tidak menyambut kehadiran Kanjeng Nabi di pasar waktu itu.
Mas Helmi menyebut peristiwa kehadiran Kanjeng Nabi di pasar yang disambut Gus Ud waktu itu merupakan peristiwa dialogis. “Jadi dialogis itu bukan sekadar misalnya saya bertanya ke Mas Doni, dan Mas Doni menjawab. Tapi, Mas Doni datang dan saya merasakan apa yang sedang dirasakan Mas Doni, sehingga saya harus bersikap bagaimana itu saya tahu,” urai Mas Helmi. Peristiwa kehadiran seseorang serta bagaimana kita meresponsnya itu, menurut Mas Helmi merupakan level dialogis lebih tinggi dari sekedar komunikasi biasa. Apa yang terjadi pada Gus Ud dengan merasakan atau melihat Kanjeng Nabi rawuh adalah satu level dialogis yang dimaksud.
Dalam konteks dialogis ini, dan dalam wujud yang berbeda, lirik yang ditulis Mbah Nun pada Kado Muhammad menggambarkan beliau ningali Kanjeng Nabi Muhammad rawuh. Peristiwa itu sangat jelas sekali digambarkan pada lirik, “Muhammadku Sayyidku, Engkau selalu dan terus menerus lahir dalam jiwaku”. Mas Helmi berpendapat bahwa pada lirik tersebut ibaratnya Mbah Nun bertemu dan matur kepada Kanjeng Nabi cinta Kanjeng Nabi akan dibawa ke mana-mana.
Kalau dilihat sekarang, sampai hari ini cinta Kanjeng Nabi Muhammad dibawa terbangan ke mana-mana oleh Mbah Nun bersama KiaiKanjeng. Kandungan lirik Kado Muhammad menceritakan bahwa Mbah Nun merasakan kehadiran Kanjeng Nabi, beliau menerima pesan dan berterima kasih terhadap apa yang Kanjeng Nabi atas apa yang beliau ajarkan ajarkan kepada kita, kemudian Mbah Nun bawakan ajaran-ajaran itu untuk bekal hidup kepada anak cucu lewat sinau bareng serta shalawatan dan sampai hari ini tidak berhenti. Artinya, kalau kita mau belajar dari peristiwa yang dialami Mbah Nun tersebut, bahwa di dalam menjalani segitiga cinta: Allah, Kanjeng Nabi, kita, suasananya harus dialogis, nyambung antara kita dengan Kanjeng Nabi dan juga antara kita dengan Allah Swt. Sehingga malam itu Mas Helmi mengajak, kalau bisa Kado Muhammad kita jadikan isi dalam hidup kita, persis dengan apa yang dilakukan Mbah Nun, kita membawakan ajaran dan cinta Kanjeng Nabi Muhammad ke mana-mana.
Malam itu, KiaiKanjeng juga membawakan kado spesial kepada jamaah Bangbang Wetan pada momen milad 17 tahun Bangbang Wetan. KiaiKanjeng membawakan nomor Bangbang Wetan yang menjadi semacam lagu kebangsaan jamaah Bangbang Wetan. Jamaah mendengarkan dan menikmati nomor tersebut dengan bernyanyi bersama serta ada yang mengabadikannya dengan merekam video menggunakan gadgetnya.
Mas Helmi mengungkapkan bahwa kita sebagai jamaah Maiyah sebenarnya mendapat privilege atau keistimewaan. Kita sebagai jamaah Maiyah yang tidak potongan sekali bisa mengaji, tidak ada seragamnya, dsb. (istilahnya kita ini umat protolan), mendapat privilege dengan Mbah Nun mengajak kita bersholawat sejak Padhangmbulan, gerakan HAMMAS, sampai lahirnya simpul-simpul. Mbah Nun mengajak kita bershalawat dan memberi kita wirid itu supaya kita lebih peka dalam menyadari Kanjeng Nabi rawuh seperti yang diceritakan Mbah Nun tentang Gus Ud di atas. Mbah Nun mengajak KiaiKanjeng terbangan ke mana-mana itu sebagai privilege supaya nasib kita lebih baik.
Cinta Kanjeng Nabi Muhammad yang hadir pada diri Mbah Nun, di mana Kanjeng Nabi berat perasaannya terhadap derita umatnya. cinta Kanjeng Nabi kepada umatnya dibawa juga oleh Mbah Nun untuk dijadikan laku dalam hidup. Sehingga Mbah Nun merasakan juga penderitaan orang lain, merasakan derita kita. Terbukti Mbah Nun dialogis nyambung-merasakan apa yang dirasakan masyarakat. Kemudian Mbah Nun mengajak masyarakat untuk “mengendapkan hati dan bernyanyi”. Hal itu merupakan suasana besar yang dibangun Mbah Nun, yang menggambarkan keberagamaan semestinya isinya adalah ketersambungan-ketersambungan dialogis secara nilai.
Musik dan Pengaruh album Kado Muhammad
Mas Islamiyanto memandang dan memahami album Kado Muhammad dalam segi penggarapan musiknya. Pada album Kado Muhammad ada banyak genre yang terkandung di dalamnya. Menurut Mas Islamiyanto penggarapan musik yang beraneka genre di album Kado Muhammad sangat luar biasa, karena di dalamnya terdapat genre Arab, pop, keroncong serta langgam. Mas Imam Fatawi menambahkan bahwa pada tahun rilis album Kado Muhammad yang berupa kaset pita itu beliau masih berposisi ngefans dengan Mbah Nun dan KiaiKanjeng. Saking ngefans-nya Mas Imam Fatawi kepada Mbah Nun sampai hapal melodi serta cengkok Mbah Nun. Bahkan menurut Mas Doni kalau ada lomba mirip-miripan dengan suara Mbah Nun, Mas Imam juara satunya.
Mas Imam Fatawi bercerita pertama kali beliau mendengar album Kado Muhammad dari sebelah kos. Beliau di masa itu masih sering ikut lomba karaoke. Album Kado Muhammad menurut Mas Imam baik sehingga beliau memutuskan untuk memutarnya di masjid dekat rumahnya, yang kelak ketika menikah masjid itu dijadikan tempat melangsungkan akad nikah. Waktu itu Mas Imam Fatawi sudah kenyang mengikuti lomba karaoke karena rata-rata mendapat juara satu. Oleh sebab itu Mas Imam Fatawi tertarik bergabung dengan KiaiKanjeng.
Berbagai piagam lomba karaoke yang dimenangkannya difotokopi lantas diposkan ke Kadipiro, Bantul, Yogyakarta, markas KiaiKanjeng, yang saat ini menjadi Rumah Maiyah. Tapi sebelumnya Mas Imam Fatawi ke Kadipiro terlebih dahulu untuk menulis alamat lengkap markas KiaiKanjeng tersebut. Menurut Mas Imam keputusannya surat lamaran tidak dikasihkan langsung, supaya kalau tidak diterima tidak malu. Akhirnya Mas Imam Fatawi ditelepon KiaiKanjeng untuk diajak pentas. Waktu itu Mas Imam Fatawi menawarnya dengan memilih mengikuti lomba karaoke untuk terakhir kalinya yang akhirnya juga dimenangkannya. Setelah juara lomba tersebut, Mas Imam ikut latihan bersama KiaiKanjeng dan pentas pertama di Jakarta tahun 2000. Sedangkan pada tahun 1998, Mas Imam masih sering memutar kaset album Kado Muhammad di masjid dekat rumahnya.
Mas Imam Fatawi mengenal album Kado Muhammad dari tahun 1997. Awalnya Mas Imam pinjam kaset album Kado Muhammad ke tetangganya, setelah diputar berulang-ulang beliau menilai album tersebut bagus. Akhirnya Mas Imam beli kaset album Kado Muhammad menggunakan uang yang didapatkannya dari sering menang lomba karaoke dangdut. Sampai saat ini Mas Imam masih menyimpan kaset album Kado Muhammad dengan baik.
Pada sesi respons jamaah, ada pemuda yang duduk di depan sebelah kiri panggung menceritakan pengalaman dialogisnya dengan album Kado Muhammad. Album kado Muhammad yang menurutnya nyantol di hatinya sampai sekarang yaitu nomor Tombo Ati. Setiap kali pemuda ini mengalami overthinking yang membuatnya susah tidur, nomor Tombo Ati merupakan obat healing yang dia putar untuk menenangkan hatinya sampai tertidur. Pemuda itu setelah menyimak komposisi album Kado Muhammad malam itu, dia baru sadar bahwa ternyata Nabi Muhammad juga merasakan apa yang kita rasakan. Sehingga membuatnya malam itu juga menyampaikan ke jamaah lain, “kalau kita sedang sedih, jangan takut, jangan sedih, karena Nabi Muhammad ikut merasakan apa yang kita rasakan”.
Berikutnya Seto Aji Prasetyo. Seto mengungkapkan bahwa dari album Kado Muhammad, nomor Jalan Sunyilah yang sering dia dengarkan. Seto mengungkapkan bahwa dulu dia orangnya mudah marah dan suka mengalahkan orang. Menurut Seto nomor Jalan Sunyi yang menampar dirinya yaitu pada bagian puisi, “Mungkin engkau memerlukan darahku untuk melepas dahagamu. Mungkin engkau butuh kematianku untuk menegakkan hidupmu. Ambillah! Ambillah!. Akan kumintakan izin kepada Allah yang memilikinya. Sebab toh bukan diriku ini yang kuinginkan dan kurindukan”.
Terakhir Alfian yang berterima kasih kepada KiaiKanjeng yang telah membawakan nomor Album Kado Muhammad malam itu. Pasalnya Alfian baru pertama kali mendengarkan nomor-nomor album Kado Muhammad beserta lirik dan isinya. Alfian malam itu kagum kepada KiaiKanjeng, dari kekagumannya itu dia mendoakan KiaiKanjeng supaya seluruh personelnya diberikan umur panjang. Menurutnya seluruh bangsa Indonesia perlu mendengarkan album Kado Muhammad yang isinya menurut Alfian sungguh luar biasa. Dari pertama Alfian mendengarkan album Kado Muhammad sampai selesai, yang dia ingat adalah nomor Kemana Anak-anak Itu.
First impression Alfian dalam membaca lirik Kemana Anak-anak Itu yaitu ada seorang bapak kehilangan dan merindukan anak-anaknya. Setelah Alfian mendengarkan dan menghayati, ternyata anak-anak itu bukan orang tapi anak-anak itu adalah kemerdekaan. Menurut Alfian, lirik itu mempertanyaakan dimanakah kemerdekaan? Dimanakah cinta kasih? Lantas Alfian bertanya, kenapa nomor Kemana Anak-anak Itu ada di album Kado Muhammad?
Pak Nevi selaku satu dari sekian orang yang ikut berproses dalam penggarapan album Kado Muhammad merespons pertanyaan Alfian. Pak Nevi mengatakan bahwa kekuatan album Kado Muhammad tidak hanya pada musiknya, tetapi pada syairnya. Seingat Pak Nevi pada mernjelang Reformasi sedang maraknya peristiwa penculikan-penculikan orang, karena mau ada pergantian rezim pada waktu itu. Dari peristiwa itu Mbah Nun mengangkat musik puisi yang berjudul Kemana Anak-anak Itu, yang ternyata penculikan itu tidak hanya merujuk pada penculikan manusia, tetapi juga secara simbolik merujuk kepada nilai-nilai, terhadap ketidakadilan, kemerdekaan dan lain sebagainya.
Surabaya, 3-4 September 2023