CATATAN KENDURI CINTA EDISI INVERTED INDONESIA
Alhamdulillah, KC kali ini saya dapat hadir. Sudah lama sekali saya sudah tidak bersua. Terakhir pas edisi KC Evakuasi Kefitrian bulan 2023. Kangen sekali saya dengan nuansa, suasana dan gegayengan di sana. Di mana lagi kita menemukan forum yang bisa melihat orang bebas berdaulat dengan dirinya masing- masing. Ada tausyiahnya, ada pembacaan puisinya, ada pertunjukan musiknya dll. Di Maiyah itu bukan mencari siapa yang paling benar tetapi apa yang benar. Di Maiyah semua orang diterima dengan latar belakang apapun saja sehingga forum Maiyah menjadi ruang diskusi yang membersamai semuanya. Mengeratkan semuanya.
Mengangkat tema “Inverted Indonesia” yang berarti Suasana terbalik di Indonesia, Mas Sabrang MDP menjelaskan tentang bagaimana pentingnya kedaulatan hukum. Meskipun secara kedudukan pastilah moral dan etik itu di atas hukum tetapi hukumlah yang bisa memagari itu. Kita bisa menengok para politikus, apakah mereka sudah menjalankan kedaulatan hukumnya atau jangan-jangan malah hukum mereka permainankan demi kepentingannya sendiri dan golongannya. Maka untuk memilih pemimpin kita harus punya kriteria. Jadi carilah kriteria apa saja yang sekiranya pantas ada di diri pemimpin.
Mas Sabrang kemudian dicecar pertanyaan oleh para audiens sebab ternyata beliau baru saja menghadiri Forum Ilmuwan Muslim Internasional tentang Geopolitik dan Dunia yang diprakarsai oleh Pemerintah Rusia. Di Moscow Rusia itu beliau bertemu banyak orang–orang hebat salah satunya adalah Syaikh Imran Hosein.
Syaikh Imran Hosein adalah Ulama yang mengaitkan eskatologi pada ceramahnya. Bahwa apa saja kejadian hari ini pasti ada analoginya atau anasirnya di Al-Qur’an. Misalnya AI, Senjata Nuklir, Peradaban Modern, Dajjal, Imam Mahdi, Freemason, Yajuj Majuj, dll beliau dengan cerdas dan hebat membedah hal itu lewat pendekataan Al-Qur’an. Tentu penjelasan beliau itu tafsir sehingga kebenarannya bersifat relatif tapi menurut hemat saya justru tafsir seperti ini sangat diperlukan oleh dunia Islam ke depannya. Silakan bagi yang penasaran dengan Tausyiah-nya Syaikh Imran Hosein bisa cek di youtube atau media lain. Buku beliau juga banyak. Mas Sabrang memberi tahu kepada Jamaah salah satu bukunya Syaikh Imran yaitu “The Qur’an and The Moon”. Jamaah dikasih PR untuk menelaah dan membedah buku itu.
Hadir pula Ustadz NoorShofa Thohir membersamai Jamaah. Beliau memberi nasihat tentang penjelasan Jasad, Jiwa dan Ruh. Kenapa yang dipanggil Malaikat ketika manusia sudah mati itu Jiwa yang tenang. Apa itu Jiwa yang tenang? Beliau tidak menjawab itu tapi membuka kriteria mencapai jiwa yang tenang. Ada empat kriteria yaitu orang yang bisa mengendalikan dirinya saat senang, bisa mengendalikan dirinya saat takut atau sedih, bisa mengendalikan dirinya saat bercita-cita atau berkeinginan dan bisa mengendalikan dirinya saat marah. Dan kunci keempat hal itu adalah sabar. “Sungguh akan Kami berikan ujian kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqoroh [2]: 155)
Ustadz NoorShofa Thohir kemudian mengisahkan Bagaimana Nabi Sulaiman As. ketika diberi mukjizat bisa mengendalikan angin itu ada perasaan ujub (ujub adalah awal mula perasaan berbangga diri dan merasa lebih baik daripada orang lain. Ujub yang sifatnya diteruskan kemudian berubah menjadi sifat sombong) dalam dirinya kemudian seketika itu juga Allah menghilangkan sejenak mukjizat itu. Beliau pun terjatuh. Sadar akan kesalahan dirinya, Beliau segera taubat dan meminta ampun kepada Allah. Lain hal, Nabi Ayub As. ketika diuji dengan cobaan penyakit justru beliau dapat sabar. Pelajarannya adalah ujian kesenangan lebih sulit daripada ujian kesengsaraan sebab ketika sengsara orang kebanyakan meminta tolong ke Tuhan sedangkan saat senang kebanyakan orang justru lupa pada Tuhan. Dan salah satu kesabaran yang bisa menjadikan orang menjadi wali Allah atau kekasih Allah adalah kesabaran menghadapi omelan atau komplainan istri. Saya kira memang anggapan emak-emak makhluk terkuat di bumi ada benarnya juga sebab mana ada suami yang berani dengan istrinya. Mau dikunci pintu dari luar, mau tidak dikasih makan sebulan, sanggup tidak dikasih jatah sebulan? Sudah tahu jawabannya kan? Heuheuheu
Ustadz juga memberi nasihat supaya kita meneladani akhlak Rasulullah Saw. salah satunya perihal kerendahhatian. Beliau menceritakan bahwa orang yang pertama membuka pintu surga adalah Rasulullah Saw. tapi Rasulullah Saw. tidak jumawa mengatakan saya ini Rosul saya ini Nabi, justru beliau menyebut namanya langsung sebagaimana yang tertera dalam hadits. “Aku mendatangi pintu surga dan minta untuk dibukakan. Penjaga surga pun berkata, “siapa kamu?” aku menjawab, “Muhammad.” Penjaga surga berkata, “aku telah diperintah membukanya untukmu, dan aku tidak boleh membukanya untuk orang lain sebelummu. (HR Muslim). Ini menjadi pelajaran sangat berharga bagi orang-orang yang mempunyai kedudukan atau pangkat agar jangan jumawa atau sombong lantas kemudian bersikap tidak adil dan sewenang- wenang pada bawahannya. Justru kedudukan atau pangkat harus ia sikapi sebagai amanat dan tanggung jawab.
Hadir pula Mas Ari Wulu sahabatnya Mas Sabrang. Beliau adalah putra dari Sapto Raharjo, seniman besar kontemporer yang erat dengan gamelan. Mas Ari Wulu ini merupakan penggerak Yogya Gamelan Festival (YGF) yang sudah berjalan lebih dari 20 tahun. Markasnya di Gayam16. Beliau berpesan untuk terus menerus ngagemi kebudayaan. Bukan nguri-nguri kebudayaan. Kalau nguri-nguri itu sekedar melestarikan saja tetapi ngagemi itu semuanya. Artinya menjadikan kebudayaan itu keseharian. Bukti usahanya ngagemi kebudayaan adalah kolaborasi gamelan robot dengan Saron Groove dan Youngster Gamelan16 Yogyakarta. Gamelan robot dikembangkan developer game di Jogjakarta, Arutala. Mas Ari ingin menunjukkan, gamelan dimainkan bukan hanya untuk pertunjukan kebudayaan. Ari Wulu ingin gamelan ini juga bisa ”bergerak” seperti alat musik lain yang populer. Dia tak ingin memberikan jarak antara gamelan dan penontonnya. Sebuah cita-cita luhur kebudayaan yang harus kita apresiasi dan dukung. Coba kapan lagi kita melihat gamelan bisa bersanding dengan drum, gitar, piano. Kalau bukan kita yang ngagemi, siapa lagi ?
Malam makin larut. Angin berhembus lumayan kencang di TIM, Cikini. Hujan gerimis mulai turun membasahi pelataran. Habib Jafar (yang menyebut dirinya Habib Industri. Habib yang sering wara wiri di Podcastnya Artis–artis) datang ke Kenduri Cinta. Beliau menuturkan bahwa KC atau Maiyah adalah salah satu titik awal dirinya dalam berdakwah dan Mbah Nun adalah inspirasinya dalam berdakwah. Beliau juga di tahun awal berdakwah sering hadir di reboan KC. Forum kecil- kecilan dari pengurus dan Jamaah Maiyah yang mendiskusikan banyak hal terutama soal kesiapan penyelenggaran acara Maiyahan Kenduri Cinta.
Habib Jafar merespon tema KC kali ini yang berjudul Inverted Indonesia. Keterbalikan. Beliau bercerita bahwa Indonesia harus bersyukur jauh dari Ka’bah. Karena jarak yang jauh justru memunculkan rindu dan Ka’bah akan tetap dianggap sakral oleh masyarakat Indonesia. Hal ini berbanding terbalik dianggapan orang Arab sendiri yang malah kini muncul kafe-kafe yang mengarah ke view Ka’bah. Ka’bah malah hanya dijadikan destinasi view wisata.
Habib Jafar menyampaikan bahwa keterbalikan adalah basis awal dari logika. Misalnya ada pertanyaan bagaimana menjelaskan kepada ateis tentang Tuhan. Ateis beranggapan bahwa bumi dan seisinya ini ada dengan sendirinya. Beliau menggunakan keterbalikan. Logis mana sesuatu yang ada penyebabnya atau tiba-tiba ada dengan sendirinya. Tentu lebih logis yang ada sebabnya. Kalau ada jejak kaki sapi di lumpur apakah jejak kaki sapi itu ada dengan sendirinya atau sapi itu yang menjejakan kakinya. Kalau ada mati lampu lebih enak kita sebut ada konsllet atau pemadaman listrik atau tiba-tiba mati saja tanpa sebab. Begitulah bumi dan seisinya pasti ada yang membikin. Kita menyebutnya Tuhan.
Diskusi semakin gayeng dan seru ketika Mas Sabrang MDP dan Habib Jafar berbalas argumen. Habib Jafar menggambarkan perbedaan Mbah Nun dan Mas Sabrang MDP. Jika Mbah Nun turun ke panggung dan meruangi Jamaah maka Mas Sabrang sebaliknya. Ia mengajak Jamaah untuk naik ke panggung entah itu bertanya, berargumen atau membantah. Hal ini menjadi wajar karena selama ini Mas Sabrang memang pendekatan Tausyiahnya lebih ke metode, pola, dan sains. Tetapi Mas Sabrang segera mengcounter argumen Habib Jafar bahwa Ia memang berposisi seperti itu. Mas Sabrang menitikberatkan pola komunikasi ia dan Mbah Nun. Jika Mbah Nun berpola “what” yakni menjelaskan tentang “apa” maka Mas Sabrang memfasilitasi bagi Jamaah yang berpola “why” mengapa. Misalnya membicarakan kisah-kisah Nabi, Kisah-Kisah orang soleh, anjuran untuk sholat dan ibadah dll itu berpola “what”. Jamaah yang dasar pengetahuannya “what” tentu akan menerima hal itu tapi yang berpola “why” tidak akan mau menerima begitu saja. Ia akan mengejar pertanyaan-pertanyaan. Misalnya mengapa kok disuruh shalat atau untuk apa saya jamaah atau kenapa sih kita disuruh puasa dll. Mas Sabrang juga sadar bahwa tipe komunikasi dirinya sedikit ruwet dan bisajadi tidak bisa dijangkau oleh semua orang karena terpolanya argumen. Saya pribadi tidak kaget kenapa Mas Sabrang begitu ya karena beliau ini Lulusan Fisika sekaligus Matematika di Kanada. So, saya jujur malah bisa menikmati ceramah-ceramah Mas Sabrang karena kita diajak untuk berfikir dan kritis.
Mas Sabrang juga menjelaskan bahwa apa yang dimaksud keseimbangan dalam jagad semesta. Keteraturan dalam Jagad Semesta. Misalnya garis edar Matahati, bulan, bumi, planet-planet lain dsb. Yang mana hal ini disinggung juga di Al-Qur’an. Bahwa penciptaan ini seimbang dan teratur (Baca QS. Al-Mulk ayat 3) dan ternyata justru Bahasa Matematika yang bisa mengemukakan hal itu. Galileo Galilei mengatakan bahwa “Jagat raya ditulis dalam Bahasa Matematika, di mana aksaranya adalah segitiga, lingkaran dan bangunan geometri lainnya.”
Di malam ini juga hadir Bung HenSat (Hendri Satrio). Beliau adalah
Analis Komunikasi Politik dan Founder Lembaga Survei KedaiKOPI. Sering wara-wiri di televisi sebagai pengamat atau ahli. Beliau berargumen bahwa demokrasi kita hari ini mengkhawatirkan karena kriteria seorang pemimpin ujungnya hanya soal 50% + 1. Artinya diskusi selama ini soal kriteria pemimpin harus begini harus begitu percuma saja toh ujungnya siapapun saja bisa jadi asalkan 50%+1. Dan tampaknya rezim hari ini sangat mengerti sekali hal ini. Maka pembagian sembako gede-gedean menjelang pilpres menjadi langkah yang strategis pemenangan. Ada UU yang menjegal pencalonan bisa dirubah di MK. Ini negara hukum apa negara keluarga. Tapi ujungnya sembakolah yang menentukan. Meskipun beliau menjelaskan tentang ringkihnya demokrasi kita tapi beliau tetap optimis ke depan Indonesia akan lebih baik. Generasi ke depan akan kritis dan pintar memilih pemimpin.
Tak terasa waktu semakin mendekati sahur. kali ini dipungkasi dengan “Shohibu Baity”. Jamaah Maiyah pulang ke huma masing- masing membawa kesadaran baru di kehidupannya. Selamat Menunaikan Ibadah Puasa.
Jamaah Maiyah Kebumen. Tinggal di Purwakarta, Jawa Barat