BELAJAR KELENGKAPAN PANDANG BERSAMA MBAH NUN DAN KIAIKANJENG
(Liputan singkat acara Lihushulil Marom bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng, Santrenndelik Semarang, Kamis 13 April 2023)
Komunitas Santrenndelik Semarang semalam menggelar acara bertajuk Lihushulil Marom: Bisikan Nada Pamungkas bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng. Lokasi acara benar-benar ndelik di kampung Kalialang Gunungpati Semarang. Medan menuju lokasi berbelok-belok naik turun karena merupakan wilayah perbukitan. Di lokasi, joglo utama Santrenndelik dan beberapa joglo kecil lainnya bersatu dengan pohon-pohon jati yang menandakan kampung ini masih kental hutannya.
Sekitar pukul 20.10 usai saat shalat tarawih, lokasi Santrenndelik sudah dipenuhi anak-anak muda yang ingin mengikuti sinau bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng. Sangat padat. Semua tempat penuh oleh wajah-wajah yang sudah tak sabar ingin berjumpa dengan Mbah Nun dan KiaiKanjeng. Sebelum Mbah Nun hadir, Pakde-pakde KiaiKanjeng ajak mereka terlebih dahulu bareng-bareng shalawatan dalam pola interaktif.
Komunitas Santrenndelik yang sangat concern dengan kopi jenis Arabica dan Robusta ini rutin mengadakan pengajian mingguan dengan spirit ngaji kontemporer: berisi ajakan untuk berkebijaksanaan dalam hidup sehari-hari. Selain diikuti diikuti 50-an penggiat utamanya, pengajian rutin ini dihadiri oleh para mahasiswa di sekitaran Semarang. Acara pengajian mereka biasa mereka sebut sebagai Nongkrong Tobat. Mereka menekankan arti penting taubat. Para peserta pengajian rutin ini juga tentu hadir dalam acara Lihushulil Maromtadi malam yang merupakan kesempatan langka. Selain mereka, para mahasiswa lebih luas lagi, para jamaah Gambang Syafaat dan warga masyarakat pada umumnya juga hadir.
Ketika Mbah Nun memasuki lokasi dengan membelah arah tengah melewati joglo utama yang berhadapan dengan panggung, Mbah Nun berjalan dengan penuh senyum gembira merespons senyum bahagia anak-anak cucunya yang telah menanti kedatangan beliau. Di panggung, Mbah Nun ditemani beberapa penggiat utama Santrenndelik, Mas Ihwan dkk, Pak Saratri, Mas Suryo, dll. Kang Dur, salah satu penggiat Santrenndelik sekaligus juga penggiat Gambang Syafaat, yang bertindak sebagai host, tanpa panjang lebar segera mempersilakan Mbah Nun untuk menyapa teman-teman yang hadir dan memulai sinau bersama dengan tema Lihushulil Marom.
Dari awal hingga akhir, acara yang mengisi salah satu dari 10 hari terakhir bulan Ramadhan ini berlangsung sangat gayeng, khusyuk, asik, interaktif, gembira, dan padat ilmu-ilmu baru dari Mbah Nun. Berikut beberapa poin yang dapat kita catat dari acara Lihushulil Marom tadi malam.
2. Mbah Nun mengharapkan kalau bisa jika kita mengetahui sesuatu, pengetahuan atau ilmu kita itu betul-betul dari Allah. “Tuhan Aku Berguru Kepada-Mu”, demikian paradigmanya seperti tertera dalam puisi Mbah Nun yang telah ditulis sejak 1974. Dengan bersandar pada QS. Al-Baqarah 32, Mbah Nun berharap generasi muda yang hadir di Santren Ndelik ini bisa mendapatkan ilmu ladunni dari Allah dan menjadi Sarjana Urip/Kehidupan.
3. Partisipasi hadirin sangat baik. Mbah Nun meminta dua orang untuk bersedia menjadi notulen yang mencatat apa-apa yang saja berlangsung selama acara—ilmu, suasana, atau poin-poin yang bisa ditemukan. Metodenya dipercayakan sepenuhnya kepada mereka. Dengan cepat dua orang perempuan angkat tangan, bersedia bertugas sebagai notulen. Hal yang sama juga terjadi ketika Mbah Nun meminta dua orang lagi yang biasa ngaji atau adzan di masjid. Dua orang pria muda langsung bergerak maju ke panggung.
4. ”Kalau Anda paham musik, Anda bisa ngeluk, tahu selera umat, bisa menghadirkan macam-macam keindahan adzan. Bahan dasar yang Anda miliki bisa diolah menjadi suguhan bermacam-macam. Adzan Anda bisa lebih ampuh,” kata Mbah Nun mengajak dua muadzin dan semua hadirin belajar dari hal sederhana, yaitu Adzan. Dua muadzin ini membawakan Adzan dengan nada dan lagu yang sudah baku/paket walaupun tetap indah. Tetapi, Mbah Nun mengajak mereka memasuki semesta musikal yang lebih luas, setidaknya mengenal nuansa nada Mayor dan Minor.
5. Sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri tiba. Kumandang takbiran akan terdengar di mana-mana. Mbah Nun membawa jamaah masuk ke wilayah yang tak tersentuh selama ini. Sederhana sebenarnya, tapi kita mungkin jarang melakukannulya: Memahami makna di dalam lafadz takbiran. Bagian berikut dari takbiran yang semalam Mbah Nun uraikan: La Ilaha Illallahu Wahdah (Tiada tuhan selain Allah, Dia Ijen/sendirian) — Shadaqa wa’dah (Allah menepati janji-Nya) — Wa nashara ‘abdahu (Allah membela/menolong hamba-Nya) — Wa a’azza jundahu (Allah meninggikan/memenangkan pasukan-Nya) — Wa hazamal ahzaba wahdah (Allah menghancurkan musuh-musuh sendirian). Dengan memahami makna kalimat-kalimat ini, Mbah Nun berharap takbiran kita lebih bermakna. Terlebih kalimat-kalimat ini ada kaitannya dengan tema yang akan dibahas: Lihusulil Marom.
6. Dua kelompok telah terbentuk dan sudah naik ke panggung. Satu kelompok: perempuan. Satunya lagi: Laki-laki. Kali ini metodenya baru. Mereka bukan diberi beberapa pertanyaan untuk didiskusikan dalam waktu yang disediakan, lalu nanti presentasi. Metodenya adalah mereka diajak ngobrol sama Mbah Nun untuk saling merespons, menimpali, atau melengkapi. Ini dimaksudkan agar mereka dan kita terbiasa dengan kemampuan oleh Mbah Nun disebut sebagai organic intelligence (kecerdasan organik) yakni kecerdasan dalam merespons secara spontan dan cepat. “Rimba gelap di depanmu, loncat masuk!” kata Mbah Nun menyitir puisi beliau tahun 70-an untuk menggambarkan organic intelligence. Di dalam hutan ketemu apa, ya saat itu langsung belajar.
7. Dengan metode organic intelligence ini, Mbah Nun mengajak dua kelompok workshop yang sudah naik panggung dan jamaah semuanya untuk belajar kelengkapan pandang dengan mengelaborasi tajuk acara: Lihushulil Marom, yang artinya Tercapainya Harapan. Ada dua kata: Tercapai dan Harapan. Dari ‘tercapai’ terdapat beberapa kemungkinan lain. Dengan melibatkan kelompok ini diperoleh: tidak tercapai, belum tercapai, hampir tercapai, nyaris tercapai, lama baru tercapai, setengah tercapai, baru ¼ tercapai, dst. Juga ‘harapan’: hilang harapan, sesuai harapan, tidak sesuai harapan, tidak diharapkan, melebihi harapan, dll. Aspek-aspek lainnya juga harus digali. Misal, prosentase harapan yang tercapai itu skalanya pribadi, masyarakat, umat Islam, atau negara/pemerintahan. Contoh-contoh sekilas juga mereka berikan. “Jangan menerima ilmu, melihat sesuatu, tanpa kelengkapan pandang,” pesan Mbah Nun. Tak hanya sudut pandang, jarak pandang, resolusi pandang, bulatan pandang, tetapi juga harus ada kelengkapan pandang.
9. Mbah Nun menggambarkan bahwa dalam menjalankan apa yang Allah perintahkan, banyak ujian menyertai. Seandainya besok pagi Allah memanggil kita, Mbah Nun meminta kita harus mati dalam keadaan iman. Tidak boleh mati ngenes atau mati serik. Harus legolilo manut kepada Allah Swt. Harus iman bahwa Allah akan mengabulkan pada saatnya nanti. Percaya akan keadilan dan balasan Allah harus dibawa hingga mati. Kita mati dalam keadaan yakin akan kebenaran janji Allah (shodaqa wa’dah), yakin akan kebenaran asmaul husna-Nya, yakin akan kebenaran ayat-ayat-Nya.
10. Satu hal lagi Mbah Nun ingatkan dalam soal harapan yaitu boleh jadi ada harapan-harapan kita yang tidak pas, sehingga bukan soal tercapai atau tidak tercapai, tetapi kita perlu mengecek kembali harapan-harapan kita. Akhirnya pun dalam hal harapan, semua kembali sepenuhnya kepada Allah. Sering kita tidak tahu algoritma Allah, maka kita ngikut sepenuhnya kepada Allah. Maka, album terbaru Mbah Nun dan KiaiKanjeng adalah Wakafayang menegaskan bahwa cukuplah Allah Tuhan, cukuplah Allah sebagai pengayom, cukuplah Allah sebagai pelindung, cukuplah Allah sebagai wakil kita. ”Ternyata di sini kuncinya,” kata Mbah Nun.
11. Nomor Lihusulil Marom dan Wakafa, dua nomor yang dari paparan Mbah Nun semalam ternyata saling berkaitan secara ilmu, dibawakan KiaiKanjeng dengan sangat khusyuk. Nomor baru KiaiKanjeng, yang baru seminggu lalu diciptakan, juga diperkenalkan. Nomor berjudul: Jangan Rayu Aku. Lagu ini adalah peresapan Mbah Nun dan KiaiKanjeng kepada sikap batin Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang tidak mau terpedaya oleh tipu daya dan kekonyolan dunia. Sayyidina Ali mengatakan: Wahai dunia jangan rayu aku, telah kupertimbangkan talak 3 untukmu. Nomor ini vokalisnya adalah Mas Imam, dan tadi malam jamaah dilatih sedikit demi sedikit, lalu diajak bareng-bareng menyenandungkannya.
12. Pak Saratri, dosen Unnes dan pengampu Gambang Syafaat, memberikan respons atas pembelajaran kelengkapan pandang yang baru saja dipimpin Mbah Nun. Menurut Pak Saratri ada dua hal penting berkaitan dengan pendidikan yaitu iqra’/membaca dan berpikir. Sayangnya, dunia pendidikan saat ini, kata Pak Saratri menjauh dari dua hal tadi. Dunia pendidikan lebih disibukkan oleh tujuan duniawi, sehingga tidak kompatibel terhadap kebutuhan untuk iqra’ terhadap Al-Qur’an dan alam semesta. Di tengah hamburan informasi yang demikian deras saat ini jadinya orang-orang pendidikan malah tidak bisa mengolah atau membacanya. Juga, kata Pak Saratri, pelajaran agama kita selama ini tidak menambah spiritualitas apapun.
13. Masih berkaitan dengan Lihushulil Marom dan ajakan Mbah Nun agar hendaknya ketika kita mati berada dalam keadaan mati yakin/iman, Mbah Nun meminta lafadz takbiran di atas diucapkan bersama oleh dua kelompok jamaah sesuai bagiannya, dan sebelum akhir acara, Mbah Nun meminta dibacakan secara lantang beberapa ayat Allah yang menegaskan sikap Allah kepada orang-orang yang melakukan kekufuran dan kedhaliman, dan semua jamaah diminta merespons begitu setiap ayat selesai dibaca dengan kalimat-kalimat dalam takbiran tadi, yaitu shadaqa wa’dah hingga wa hazamal ahzaba wahdah. Sebuah latihan untuk menanamkan dalam diri kita untuk menyakini kebenaran ayat dan janji Allah Swt.
Masih banyak poin ilmu dapat dicatat dari acara Lihushulil Marom di Santrenndelik tadi malam, di antarannya krain detail Mbah Nun tentang urutan Ma’rifat hingga Syariat. Acara diakhiri pukul 00.25 WIB. Selesai acara Mbah Nun segera melanjutkan perjalanan menuju Jakarta untuk acara Kenduri Cinta pada Jumat 14 April 2023. Sementara itu, setelah dijamu makan malam, KiaiKanjeng kembali ke Yogyakarta.