MEMBACA KEMBALI HOS COKROAMINOTO dan Hatta

Yogyakarta, Jum’at (12/9/2025). Maiyah Lingkar Mahasiswa (MLM) berkolaborasi dengan Maiyah Mafaza Eropa menggelar diskusi dengan “Islam, Sosialisme dan Gerakan Sosial: Membaca ulang HOS Tjokroaminoto dan Hatta”, dengan dua pemateri yaitu Mas Adytia Wijaya dan Bapak Siswa Santoso.

Acara tersebut dilaksanakan di Rumah Maiyah Kadipiro. Diskusi ini merupakan lanjutan yang ke-3 dari diskusi critical thinking sebelumnya. Edisi ke-1 pada 21 oktober 2024  dan edisi ke-2 pada 20 Mei 2025.

Diskusi tersebut dihadiri kurang lebih 40 orang mahasiswa dari berbagai universitas. Ada yang dari UIN SUKA, UGM, UMY, ALMA ATA, MMTC,  UMM, UIN MALANG, dan beberapa Universitas lainya. Dengan dua mekanisme, yaitu secara offline dan online (Zoom), diskusi dimoderatori oleh saudara Qussairiy (Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Rumah Maiyah Kadipiro menjadi ruang berdiskusi, bertukar pikiran para mahasiswa, yang dalam bahasanya Mbah Nun sering disebut “Sinau bareng”.

“Sambutan saya sederhana saja, lanjutkan terus kegiatan yang sangat baik ini untuk menjaga literasi, pengetahuan, dan asupan intelektual kita. Khususnya kepada teman-teman jama’ah maiyah lingkar mahasiswa, hal ini bisa jadi lokus intensif mengulas topik-topik pembahasan secara mendalam. Ini merupakan forum yang tidak seperti biasanya, jadi wajib hukumnya narasumber menyampaikan materi secara mendalam.”

Begitulah Mas Helmi Mustofa memberikan sambutan pembuka. Selain itu Mas Helmi Mustofa berharap diskusi ini menjadi proses knowledge production. Di mana teman-teman setelah diskusi mencatat ulasan apa saja yang didiskusikan. Itulah yang disebut dialogis, yakni jika suatu umpan itu bisa diolah lebih lanjut menjadi butir-butir yang bermacam-macam. Diakhir sambutanya Mas Helmi Mustofa membuka acara diskusi dengan doa untuk Mbah Nun, dan almarhumah Ibu Tutut Karyanintyas istrinya Mas Zaki (progress, Mas Zaki kerap kali di sebut oleh Mbah Nun sebagai Patok Maiyah).

Selanjutnhya, penyampaian materi dari Bapak Siswa Santoso yang diawali dengan sorotan beliau kepada phrase Islam Sebagai Kekuatan Etis dan Sosial Serta Sosialisme Sebagai Gagasan Keadilan Yang Berpihak Kepada Rakyat. Tentu keduanya tidak hanya berbicara tentang Ideologi tetapi juga tentang praksis gerakan sosial yang berakar pada realita lokal.

Beliau mencoba memantik dengan pertanyaan, “memangnya Islam tidak begitu? Hanya sosialisme saja kah?”.

Terlepas dari penilaian yang pertama, esensi yang coba diingat kembali dari buku karya HOS Tjokroaminoto Islam dan Sosialisme. Yaitu tentang ajaran Islam yang bagaimana?

Pak Sis juga menekankan bahwa Islam, untuk memfilter berbagai macam ideologi terutama sosialisme. Karena intisari Islam atau nilai-nilai Islam banyak mengajarkan tentang sosialis.

Pak Sis mengajak para audiens untuk melihat fakta Sejarah H.O.S Tjokroaminoto, dengan berkata “mari kita baca dan ingat kembali rumah H.O.S Tjokroaminoto sebagai asrama. Disitu terhimpun sejumlah aktivis, pemikir,  pejuang yang mana menjadi cikal bakal terjadinya pergulatan pemikiran yang kelak sebagai tokoh penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, seperti Musso, Alimin, Kartosoewirjo, Alimin, bahkan seorang Tan Malaka.

Beralih ke Hatta, dengan latar belakang pelajar yang kuliah di Netherlands School of Commerce, Hatta dikirimkan oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai pemuda berlian. Di Belanda Hatta banyak membaca buku-buku banyak membaca buku-buku yang berkaitan dengan ekonomi, termasuk ekonomi sosialis, komunis, dan kapitalis, serta bersentuhan  dengan teori-teori Marxisme.

Pak Sis juga memberikan rujukan bacaan artikel yang ditulis oleh Hatta. Dalam artikel tersebut Muhammad Hatta dengan piawai sekali menjelaskan tentang ekonomi dunia. Dan mampu memetakan dimana posisi Indonesia dan di mana posisi negara-negara lain.

Pada sesi kedua materi disampaikan oleh Mas Aditya Wijaya, Islam dan Sosialisme Tjokroaminoto dengan sebuah pernyataan “Apakah Islam bertentangan dengan sosialisme? Islam itu lebih dulu mengajarkan sosialisme sebelum sosialisme barat itu muncul.

Apa buktinya? Ajaran Islam sangat mengutamakan keadilan sosial. Kita bisa melihatnya dari ajaran Islam tentang kemerdekaan (Vrijheid-Liberte) bagaimana Islam meniadakan kasta dan perbudakan, membebaskan perempuan.

Tidak hanya itu, Islam mengajarkan tentang persamaan (Gelijkhieid-Egaliter) dan persaudaraan (Broederschap-Fraternite). Itu semua bisa dilihat konsep Tauhid, bahwa di semesta ini Cuma ada 2 yaitu Khaliq dan Makhluq. Semuanya sama, tidak ada perbedaan atau kelas.

Mas Aditya juga menekankan bahwa makna Islam itu sendiri sangat luas. Beliau memaparkan 4 makna: Aslama artinya pasrah, tunduk pada perintah Tuhan atau Optimisme, serta Nyawiji. Salima artinya Keselamatan, memberikan keselamatan diri dan orang lain (Man salimal muslimuna min lisanihi wa yadihi). Silmi artinya kedamaian atau lembut. Yang terakhir Sulami artinya tangga, naik kelas atau Continues Improvement.

Setelah menyampaikan pemikiran Tjokroaminoto, Mas Aditya melanjutkan dengan ide sosialisme Hatta. Pemikrian Hatta tentang sosialisme itu memuat 3 hal yaitu: Kemandirian ekonomi, keadilan sosial dan demokrasi ekonomi.

Mas Aditya juga menerangkan 3 hal tersebut dengan Bahasa yang mudah dipahami, Kemandirian ekonomi ialah Negara Merdeka tidak bergantung pada kendali ekonomi asing. Ekonomi harus berdikari dan Indonesia harus menguasai sektor-sektor pengelolaan sumber daya strategis. Keadilan sosial: Distribusi sumber kekayaan negara yang adil kepada segenap lapisan Masyarakat. Tidak menitikberatkan kepada lapisan golongan tertentu. Berdampak langsung terhadap Masyarakat.

Terakhir Demokrasi ekonomi. Akses masyarakat terhadap modal ekonomi dan penentuan keputusan terhadap usaha-usaha ekonomi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam.

Lebih lanjut Mas Aditya juga memberikan contoh integrasi pemikiran tersebut dalam keadaan ekonomi hari ini.

Diskusi menjadi segmen yang dinanti-nanti pastinya. Berbagai pertanyaan, problem, kegelisahan yang didiskusikan bersama membuat suasana menjadi sangat asyik dan juga penuh dengan subtansi ilmu.

Penanya pertama dari saudara Iqbal mahasiswa pasca sarjana UMY, berapa lamakah Indonesia akan bertahan. Dilanjutkan dengan penanya kedua, Mas Tiyo Mahasiswa Filsafat UGM, Islam seperti apa yang sekarang dijalankan di Indonesia.

Peserta zoom tak mau ketinggalan untuk ikut serta bertanya kepada pemateri. Mahasiswa dari Malang bertanya tentang bagaimana kalau misalkan gerakan sosial tersebut diberi logistik oleh pemerintah, dan berikan pengalaman Mas Aditya kepada kami.

Penanya pamungkas ditanyakan oleh Chaerul Rahman Mahasiswa Hukum UIN SUKA. Gerakan seperti apa yang terstruktur dan sistematis,  dan masih banyak pertanyaan lain.

Sebagai penutup Mas Helmi memberikan rekomendasi-rekomendasi serta referensi bacaan seperti Sirah Nabawiyah, Post Islamisme karya Asef Bayat, Pemikiran dan aksi Islam Indonesia: sebuah kajian politik tentang cendekiawan Muslim Orde Baru karya M. Syafi’i Anwar, dan dan Identitas Politik Umat Islam karya Prof. Kuntowijoyo.

Tak lupa diskusi ini ditutup dengan Qabliyah Hasbunallah sebagaimana yang dibaca saat Tawashshulan rutin di Kadipiro.

(Redaksi Maiyah Lingkar Mahasiswa)

Lihat juga

Lihat juga
Close
Back to top button