ENERGI CAHAYA TUHAN
(Liputan Sinau Bareng Simpul Maiyah Cirrebes edisi Mei 2025)

Dengan tema “Menyorong Rembulan”, Energi cahaya Allah SWT sangat terasa nyata dalam rutinan bulanan ngaji bareng Masyarakat Maiyah Cirrebes bulan Mei tahun 2025 ini yang berlangsung pada 31 Mei 2025.
Diawali dengan pembacaan QS. an-Nur yang memiliki makna cahaya. Di mulai dari ayat ke-1 dan diakhiri sampai ayat ke-35. Ayat ke-35 ini merupakan ayat yang sering diangkat dan dijabarkan oleh Mbah Nun dalam beberapa forum Maiyahan.
“Cahaya diatas cahaya. Menyala tanpa dinyalakan. Energi Cahaya Allah merasuk pada setiap hamba-Nya, yang membersihkan hati dan menjernihkan fikiranya”.
Sebagai anak cucu Mbah Nun yang menta’dzimi, mencintai, dan meneruskan perjuangannya. Tawashshulan juga tidak pernah tertinggal dalam setiap mengawali acara ngaji atau sinau bersama. Karena itu adalah wejanganya.
Hadirnya grup musik Rengeng Santrian dari teman-teman simpul Maiyah Kabupaten Indramayu yang berciri khas seperti Grup Musik KiaiKanjeng. Menjadikan tawasulan dapat berjalan lebih khusyu dan hikmat ketimbang rutinan sebelumnya. Suasana hening membara, cahaya kehadiran Mbah Nun sangat teresa dalam kerinduan jamaah untuk bertawashshulan dan Maiyahan bersamanya.
Maiyahan bulan ini juga, Cirrebes mendapatkan hadiah cahaya Allah Swt. dengan datangnya sahabat dekat Mbah Nun, yaitu Mbah Eko Tunas.
Penggiat Cirrebes yang membuka sesi ngaji bareng, sengaja memanggil salah satu sahabat Mbah Nun ini dengan panggilan kemesraan keluarga, “Mbah”. Bukan tanpa sebab. Dari segi umur beliau hanya berjarak kurang lebih tiga tahun. Perjuangan dan persahabtanya masih terjalin sampai saat ini. Dan cintanya kepada jamaah Maiyah tidak dapat diragukan lagi .
Pada saat sinau bareng. Mbah Eko Tunas menuturkan kepada jamaah, bahwa beliau sangat kagum dan bersyukur. Telapak tangan kirinya yang masih kaku pasca terkena struk pada 2019, tiba-tiba langsung sembuh setelah dipijat oleh salah satu jamaah Maiyah Cirrebes yang bertugas menjemput beliau dari Tegal menuju Cirebon.
Enam tahun lamanya, bisa sembuh dengan hanya pijatan satu menit saja. Bahkan beliau sangat menginginkan jamaah tersebut (namanya Yoga) agar bisa bertemu dengan Mbah Nun. Dengan harapan Mbah Nun bisa sembuh seperti dirinya. Biarlah Allah yang mengatur dan menentukan alur pejalanan hamba-Nya.
Energi cahaya Tuhan bisa datang dimana saja, kapan saja dan pada siapa saja. Energi cahaya tersebut memberikan kekuatan penerangan, yang mampu membuat kehidupan menjadi lebih mudah dalam melangkah dan menempuh kebahagiaan makhluk-Nya, baik di dunia maupun di akhirat.
Energi cahaya tersebut bisa menjadi obat bagi yang sakit, menjadi kelapangan bagi yang sedang mengalami kesempitan, dan bisa menjadi pertemuan bagi yang sedang mengalami kerinduan.
Mbah Eko Tunas juga mengungkapkan kedekatanya bersama Mbah Nun dengan menuturkan kisahnya yang penuh makna kehidupan. Terlebih-lebih dalam bidang budaya musik dan sastra, bahkan sampai perjuangan keduanya pada masa orde lama untuk memperbaiki Negara.
Tidak sedikit, Mbah Eko Tunas mengaitkan kisahnya dengan wilayah Losari (perbatasan Cirebon-Brebes) yang mempunyai hubungan nilai dengan perjalanan perjuangan keduanya. Dan kemudian, memuncakinya dengan membawakan puisi, yang di dalamnya terdapat hadits yang sangat disukai oleh Mbah Nun. Rengeng Santrian spontanitas mengiringinya dengan musik, dan salah satu jamaah Maiyah juga meresponya dengan sebuah tarian puisi.
Energi cahaya Tuhan terjadi secara spontanitas, bersinergi dalam penyatuan cahaya. Kalau dalam penggalan Surat An-Nūr : 35
يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِىٓءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ۚ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ يَهْدِى ٱللَّهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُ
Yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis). Allah memberi petunjuk menuju cahaya-Nya kepada orang yang Dia kehendaki.
Dalam forum Maiyah, energi cahaya Tuhan menjadi udara kehidupan berama. Yang harus dinikmati, dibagikan dan disebarkan seluas-luasnya.
Energi cahaya Tuhan terus mengalir selama berjalanya maiyahan. Berbagi ilmu dengan serius dan bahagia, pembacaan shalawat yang melembutkan jiwa, dan berdiskusi memperkaya pengetahuan untuk cahaya kehidupan bersama.
Acara Maiyahan kali ini juga menampilkan musikalisasi puisi “Menyorong Rembulan”. Yang dibawakan oleh Grup Rengeng Santrian yang berlangsung kurang lebih selama satu jam. Hampir persis seperti album KiaiKanjeng “Menyorong rembulan” yang terbit pada 1997.
Mbah Eko Tunas menyaksikannya dengan kagum dan khusyu’. Bahkan beliau menuturkan bahwa Rengeng Santiran ini seperti anak KiaiKanjeng dengan keistimewaan yang berbeda. Kalau KiaiKanjeng istimewa dengan penuh ekspresi, sedangkan Rengeng Santrian istimewa dengan kelembutannya.
Tangis pun pecah pada bola mata para anggota Rengen Santrian. Bukan karena kebanggaan atas penyematan Mbah Eko Tunas pada mereka. Tetepi lebih terlihat dan terasa jelas tangis cinta mereka pada Mbah Nun dan KiaiKanjeng.
Puncak acara diakhiri dengan melantunkan bersama lagu Shohibu Baity dari rekaman mp3 Mbah Nun dan Kiai kanjeng. Semua jamaah berdiri dan menundukkan kepalanya. Berdoa pada Sang Maha Cahaya diatas segala cahaya.
(Redaksi Cirrebes)